Kamis, 21 November 2013

etnografi suku melayu riau daratan dan riau kepulauan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Suku melayu merupakan salah satu suku tertua yang ada di Indonesia, karena sesungguhnya bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa melayu.
Banyak hal yang menarik dari suku melayu yang bagus untuk dianalisis terutama dari unsur-unsur atau kerangka etnografi dari suku melayu.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaianbangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Termasuk budaya melayu  Melayu Riau, adalah sebagai pusat suku Melayu. Suku Melayu Riau bisa dikatakan sebagai pusat budaya seluruh suku Melayu. Banyak suku Melayu di Indonesia yang berasal dari suku Melayu Riau, bahkan suku Melayu yang berada di Malaysia juga berasal dari keturunan suku Melayu Riau. Selain itu bahasa Indonesia yang menjadi bahasa Nasional, yang diucapkan oleh seluruh orang Indonesia adalah bahasa Melayu Riau yang berganti nama menjadi bahasa Indonesia

B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah lingkungan alam dan demografi suku melayu?
2.      Bagaimanakah sasal mula dan sejarah suku melayu?
3.      Apakah bahasa suku melayu?
4.      Bagaimanakah sistem teknologi suku melayu?
5.      Bagaimanakah sistem mata pencaharian suku melayu?
6.      Apakah sistem organisasi yang digunakan suku melayu?
7.      Bagaimanakah sistem pengetahuan suku melayu?
8.      Kesenian apa sajakah yang ada di suku melayu?
9.      Bagaimanakah sistem religi suku melayu?

C.    Tujuan
Agar mengetahui Unsur-unsur kebudayaan dan kerangka etnografi yang ada di suku melayu, seperti dari lingkungan dan demografi, asal mula dan sejarah, bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, kesenian, dan sistem religi atau keagamaan.

D.    Metode
Jenis penelitian yang penulis terapkan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.
Metode pengumpulan data yang penulis terapkan yaitu melalui observasi, dan studi kepustakaan.


BAB II
LINGKUNGAN ALAM DAN DEMOGRAFI
A.    LINGKUNGAN
Melayu Riau atau Riau Raya adalah wilayah dan masyarakat Melayu yang tinggal di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Mereka menggunakan Bahasa, adat, dan budaya Melayu sehari-harinya. Riau Raya merupakan saujana peradaban Melayu yang luas, kaya, dan indah.
Persebaran Masyarakat Melayu Riau terbagi atas :
1.      Masyarakat Melayu Riau Kepulauan, yaitu masyarakat Melayu Riau yang bermukim di kawasan Provinsi Kepulauan Riau , yang terdiri atas :
a.       Kabupaten Bintan
b.      Kabupaten Karimun
d.      Kabupaten Lingga
e.       Kabupaten Natuna
f.       Kota Batam
g.      Kota Tanjung Pinang
2.      Masyarakat Melayu Riau daratan, yaitu masyarakat Melayu Riau yang bermukim di kawasan Provinsi Riau, terdiri atas Melayu Riau Pesisisr dan Melayu Pedalaman. Melayu Riau :
a.       Kabupaten Bengkalis
b.      Kabupaten Rokan Hilir
c.       Kota Dumai
e.       Kabupaten Siak
f.       Kabupaten Pelalawan


Dalam wilayah Provinsi Riau ada juga masyarakat di bagian pedalaman dataran Riau yang secara etnis dan budaya lebih dekat dengan rumpun Minangkabau.
a.       Kabupaten Kampar
b.      Kabupaten Rokan Hulu
Dalam konteks nasional saat ini mereka telah dianggap bagian dari rumpun Melayu Riau secara umum. MEski begitu sari segi ilmu akademis utamanya etnology dan ilmu budaya, ketiganya tetap digolongkan dalam rumpun budaya Minangkabau. Faktor bahasa, dialek lokal, adat istiadat, budaya matrilianisme yang dianut masyarakatnya, dan juga kuliner masyarakatnya lebih dekat dengan Minangkabau daripada dengan Melayu pada umumnya. Dalam kajian ilmu sejarah, juga ditemukan fakta yang lebih dekat kepada masyarakat Minangkabau secara umum. Hal ini tidak lepas dari faktor penjajahan Belanda dan Jepang yang telah mengubah peta budaya Sumatera Tengah pada awal hingga pertengahan abad XX. Pembagian ini diteruskan oleh Pemerintah RI hingga saat ini.
Kota Pekanbaru yang dulunya merupakan bahagian dari Kerajaan Siak berada ditengah-tengah Provinsi Riau daratan. adat, budaya, dan bahasa yang digunakan merupakan adat melayu Siak yang berkembang pada saat itu.
Sementara Kabupaten Indragiri Hulu juga menggunakan bahasa, budaya, dan adat Melayu yang sama dengan Melayu Riau Pesisir meski wilayahnya berada di pedalaman Riau.
Adapun perkataan Melayu itu sendiri mempunyai kepada tiga pengertian, yaitu Melayu dalam pengertian “ras” di antara berbagai ras lainnya. Melayu dalam pengertian sukubangsa yang dikarenakan peristiwa dan perkembangna sejarah, juga dengan adanya perubahan politik menyebabkan terbagi-bagi kepada bentuk negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina. Melayu dalam pengertian suku, yaitu bahagian dari suku bangsa Melayu itu sendiri.
Di Indonesia yang dimaksud dengan suku bangsa Melayu adalah yang mempunyai adat istiadat Melayu, yang bermukim terutamanya di sepanjang pantai timur Sumatera, di Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat. Pemusatan suku bangsa Melayu adalah di wilayah Kepulauan Riau. Tetapi jika kita menilik kepada yang lebih besar untuk kawasan Asia Tenggara, maka ianya terpusat di Semenanjung Malaya.
Kemudiannya menurut orang Melayu, yang dimaksud orang Melayu bukanlah dilihat dari tempat asalnya seseorang ataupun dari keturunan darahnya saja. Seseorang itu dapat juga disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu dan mempunyai adat-istiadat Melayu. Orang luar ataupun bangsa lain yang datang lama dan bermukim di daerah ini dipandang sebagai orang Melayu apabila ia beragama Islam, mempergunakan bahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu.
Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur yang sangat strategis baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang karena terletak pada jalur perdagangan Regional dan Internasional di kawasan ASEAN melalui kerjasama IMT-GT dan IMS-GT. Setelah terjadi pemekaranan wilayah, Provinsi Riau yang dulunya terdiri dari 16 Kabupaten atau Kota sekarang hanya tinggal 11 Kabupaten atau Kota setelah Provinsi Kepulauan Riau terhitung 1 Juli 2004 resmi menjadi provinsi ke 32 di Indonesia. Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut Cina Selatan, terletak antara 1°15´ Lintang Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara 100°03´-109°19´ Bujur Timur Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur Barat Jakarta.
Provinsi Riau sebelum dimekarkan menjadi 2 (dua) Provinsi mempunyai luas 235.306 Km2 atau 71,33 persen merupakan daerah lautan dan hanya 94.561,61 Km2 atau 28,67 persen daerah daratan. Di daerah daratan terdapat 15 sungai diantaranya ada 4 sungai yang mempunyai arti penting sebagai sarana perhubungan seperti:
1)      Sungai Siak (300 km) dengan kedalaman 8-12 m
2)      Sungai Rokan (400 km) dengan kedalaman 6-8 m
3)      Sungai Kampar (400 km) dengan kedalaman sekitar 6 m
4)      Sungai Indragiri (500 km) dengan kedalaman sekitar 6-8 m.
Keempat sungai yang membelah dari pegunungan daratan tinggi Bukit Barisan bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang surut laut.

Iklim dan Curah Hujan
Daerah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 mm/tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari. Menurut catatan Statiun Metereologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru menunjukkan optimum pada 27,6° Celcius dalam interval 23,4-33,4° Celcius. Kejadian kabut tercatat terjadi sebanyak 39 kali dan selama Agustus rata-rata mencapai 6 kali sebagai bulan terbanyak terjadinya kejadia

B.     LOKASI


Provinsi Riau
Daerah Provinsi Riau yang terletak antara 105’ Lintang Selatan dengan 2025’ Lintang Utara dan 1000 dengan 105045’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan dengan provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, Selat Singapura dan Laut Cina Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara.

Provinsi Kepulauan Riau
Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71km² dengan 96 persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar dan kecil telah menunjukkan kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Ibu kota provinsi Kepulauan Riau berkedudukan di Tanjung Pinang.
Batas-batas daerah Riau adalah:
1.      Sebelah Utara: Selat Singapura dan Selat Malaka
2.      Sebelah Selatan: Provinsi Jambi dan Selat Berhala
3.      Sebelah Timur: Laut Cina Selatan
4.      Sebelah Barat: Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara

C.    DEMOGRAFI
Yang dinamakan penduduk asli didaerah ini adalah penduduk Suku Melayu. Disamping itu terdapat pula suku-suku terbelakang yaitu Suku Sakai dan Suku Akit yang terdapat di Kabupaten Bengkalis, Suku Talang Mamak di Indera giri Hulu, Suku Bonai di Kabupaten Kampar dan Suku Orang Laut diKabupaten Kepulauan Riau.
Jumlah penduduk provinsi Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau tahun 2010 sebesar 5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa, sedangkan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti yakni sebesar 176.371 jiwa.
Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 1.337.863 jiwa, dimana jumlah penduduk terbesar terkonsentrasi di wilayah Kota Batam (49,03%), diikuti oleh Kab. Karimun (15,69%). 

BAB III
ASAL MULA DAN SEJARAH SUKU MELAYU
Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan Sriwijaya yang mula-mula sejak tahun 517 s/d 683 dibawah kekuasaan Melayu, dengan meliputi daerah Sumatera tengah dan selatan. Sriwijaya-Sailendra bermula dari penghabisan abad ke 7 dan berakhir pada penghujung abad ke 12. Kemaharajaan Melayu yang dimulai dari - Kerajaan Bintan-Tumasik abad 12-13 M dan kemudian memasuki periode Melayu Riau yaitu - zaman Melaka abad 14-15 m, - zaman Johor-Kampar abad 16-17 m, - zaman Riau-Lingga abad 18-19 m.
Paramesywara atau Iskandar Syah dikenal dengan gelar Sri Tri Buana, Maharaja Tiga Dunia (Bhuwana, Kw, Skt berarti dunia), seorang pangeran, keturunan raja besar. Ia sangat berpandangan luas, cerdik cendikia, mempunyai gagasan untuk menyatukan nusantara dan akhirnya beliaulah pula yang membukakan jalan bagi perkembangan islam di seluruh nusantara. Paramesywara adalah keturunan raja-raja Sriwijaya-Saildendra. Menurut M.Said (dalam bukunya Zelfbestuur Landchappen) Raja Suran adalah keturunan Raja Sultan Iskandar Zulkarnain di Hindustan yang melawat ke Melaka, beranak tidak orang laki-laki. Diantara putranya adalah Sang Si Purba, kawin dengan Ratu Riau. Dari puteranya menjadi turunan Raja Riau. Sang Si Purba sendiri pergi ke Bukit Sigantung Mahameru (Palembang) menjadi Raja dan kawin disana. Ia melawat ke Minangkabau dan menjadi Raja Pagarruyung. Memencar keturunannya menjadi Raja-Raja Aceh dan Siak Sri Indrapura.
Menurut Sejarah Melayu tiga bersaudara dari Bukit Siguntang menjadi raja di Minangkabau, Tanjung Pura (Kalimantan Barat) dan yang ketiga memerintah di Palembang..Yang menjadi Raja di Palembang adalah Sang Nila Utama. Sang Nila Utama inilah yang menjadi Raja di Bintan dan Kemudian Singapura.
Dalam hikayat Hang Tuah yang terkenal, ada disebutkan, raja di “Keindraan” bernama Sang Pertala Dewa. Adapula tersebut seorang raja. Istri baginda hamil dan beranak seorang perempuan yang diberi nama Puteri Kemala Ratna Pelinggam. Setelah dewasa diasingkan ke sebuah pulau bernama : Biram Dewa.. Sang Pertala Dewa berburu di pulau Biram Dewa tersebut. Akhirnya kawin dengan Putri Kemala Ratna PeLinggam. Lalu lahir anaknya yang dinamai Sang Purba. Setelah itu mereka naik “keindraan”. Kemudian turun ke Bukit Sigintang Mahameru. Sang purba dirajakan di bukit siguntang. Sang Purba kawin dengan puteri yang berasal dari muntah seekor lembu yang berdiri ditepi kolam dimana sang puteri sedang mandi. Lahir seorang putra dinamai Sang Maniaka dan kemudian lahir pula putera yang kedua Sang Jaya Mantaka, yang ketiga Sang Saniaka dan yang keempat Sang Satiaka. Sang Maniaka dirajakan di Bintan dan singapura.
a.       Zaman Bintan – Temasek Dalam catatan sejarah, Kerajaan Riau-Bintan dimulai dari Raja Asyar-Aya (1100-1150 m) Dan Ratu Wan Sri Beni (1150-1158M). Ratu kemudian digantikan oleh menantunya Sang Nila Utama, yang mendirikan Kerajaan Singapura dan memindahkan Kerajaan dari Bintan ke Singapura. Menurut para ahli sejarah, Sang Nila Utama dari Bintan menemukan Singapura pada tahun 1294 M. kemudian diberi gelar Tri Buana dan mengubah nama Temasek menjadi Singapura.
b.      Zaman Melaka Raja-raja Melayu diMelaka berasal dari singapura (temasek) menurut sejarah Melayu karangan Tun Seri Lanang (1612 M), raja Melayu yang terakhir disingapura (Tumasik) adalah Raja Iskandar Syah yang membuka negeri Melaka.
Dalam buku-buku sejarah karangan pelawat-pelawat cina nama raja Melayu Melaka yang pertama itu ialah Pa-Li-Su-La dan Pai-li-mi-sul-la, dari sumber Portugis yang menyebutkan Paramesywara dengan sebutan Paramicura dan Permicuri. Ahli sejarah mengambil kesimpulan bahwa raja Melayu Melaka (Raja Singapura yang terakhir) adalah Permaisura (sebelum memeluk agama islam) kemudian raja itu menjadi Raja Melaka dengan memakai gelar Permaisuri Iskandar Syah (1394-1414 M). Keturunan raja ini yang memerintah di Melaka ialah : - Megat iskandar syah (1414-1424 M) - Sultan Muhammad Syah (1424-1444 M) - Sultan Abu Syahid (1445-1446 M) - Sultan Muazaffar Syah (1446-1456 M) - Sultan Mansyur Syah (1456-1477 M) - Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488 M) - Sultan Mahmud Syah I (1488-1511 M).
Selama abad 15 sampai permulaan abad ke 16 di antara Kerajaan-Kerajaan Melayu yang ada, hanya Kerajaan Melaka yang mencapai puncak kejayaan. Sebuah laporan portugis pada permulaan abad ke 16 telah menggambarkan Kerajaan Melaka. Pada masa itu dinyatakan bahwa kota Melaka adalah Bandar perdagangan yang terkaya dan mempunyai bahan-bahan perdagangan yang termahal, armada yang terbesar dan lalu lintas yang teramai di dunia. Melaka menjadi kota perdagangan yang terbesar didatangi pedagang-pedagang dari pulau-pulau nusantara dan dari benua asia lainyya seperti dari India, Arab, Parsi, Cina, Burma (Pegucampa, Kamboja dan lain-lain). Dalam tahun 1509 mulai pula berdatangan pedagang-pedagang dari eropa Melaka sebagai pusat imperium Melayu dan menjadi Bandar perdagangan yang ramai juga merupakan pusat penyebaran agama islam ke seluruh nusantara dan Asia Tenggara. Sultan Melaka Sultan Mansyur Syag Akbar yang memerintah pada tahun 1456-1477 M) telah berhasil mengantarkan Melaka ke puncak kebesaran sejarah Melayu dan beliau dapat mempersatukan Kerajaan-Kerajaan Melayu dalam imperium Melayu. Pada masa Sultan Mansyur inilah terkenalnya sembilan pemuda yang gagah berani sebagai hulubalang Kerajaan seperti : Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekiu, Hang Lekir, Hang ali, Hang Iskandar, Hang Hasan, dan Hang Hussin. Diantara kesembilannya Hang Tuahlah yang paling berani dan bijaksana sehingga Sultan mengangkatnya menjadi Laksmana. Pengganti Sultan Mansyur Syah ialah putranya Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1588 H). Raja ini diracuni oleh Raja Kampar dan Raja Indragiri yang ditawan di Melaka. Sewaktu beliau hendak berangkat ke Melaka. Sultan Alauddin berputrakan Raja Menawar Syah, Raja Kampar dan Raja Muhammad yang kemudian bergelar Sultan Mahmud Syah Raja Melaka. Sultan mahmud beristrikan putri sultan raja pahang. Yang menurunkan tiga orang anak. Yang tertua adalah laki-laki diberi nama Raja Ahmad, yang kedua dan ketiga adalah perempuan. Sultan mahmud berguru pada Maulana Yusuf, sultan munawar syah raja Kampar wafatm digantikan oleh anaknya yang bernama Raja Abdullah yang di nobatkan oleh Sultan Mahmud di Melaka dan diambil menjadi menantunya. Setelah dinobatkan di Melaka beliau kembali ke Kampar.
Sebelum pusat Kerajaan imperium Melayu di pindahkan ke Johor, Sultan Mahmud Syah I telah mendirikan pusat pemerintahan di Kampar terletak ditepi Sungai Kampar. Tempat ini dijadikan sebagai pusat imperium Melayu dan basis perjuangan terakhir untuk melawan portugis.
Sultan Mahmud Syah I ini sangat pemberani dalam menghadapi Portugis. Tapi sayang Melaka tetap berhasil di rebut Portugis. Pada tanggal 15 agustus 1511 terjadilah peperangan yang hebat di antara pejuang Melaka dengan angkatan portugis yang di pimpin oleh Affonso d’albuquerqe.Melaka berhasil dikalahkan.
Sultan dan pengikut-pengikutnya akhirnya melarikan diri ke hulu sungai Muar, dan membuat Kerajaan Pagoh. Dalam bulan oktober 1511, Raja Abdullah (Sultan Kampar) mengadakan hubungan dengan affonso d’ Albuquerque dan pergi ke Melaka. Kemudian kembali lagi ke Kampar.
Affonso d’ Albuquerque merasa kalau Pagoh dan Bentayan (Kuala Muar) akan menjadi ancaman bagi mereka. Takut akan hal ini, affonso langsung mengerahkan pasukannya yang terdiri dari 400 orang lascar portugis, 600 orang jawa, dan 300 orang pegu (Burma) untuk menyerang Bentayan dan Pagoh.
Akhirnya Sultan Mahmud Syah I dan pengikutnya meninggalkan Pagoh dan berpindah ke Pahang melalui Lubuk Batu dan Panarikan. Bulan Juli 1512 angkatan perang Sultan Mahmud Syah I di bawah pimpinan Laksmana Hang Nadim menyerang orang-orang Portugis di Melaka.
Januari 1513 Sultan Mahmud Syah I dan para pengikutnya pindah ke Bintan, tepatnya di Kopak. Beliau menetap disini sampai tahun 1519. dari basis ini Sultan Mahmud beberapa kali menyerang Melaka dan mengadakan blockade di Kuala Muar sehingga Melaka kekuarangan makanan.
Tahun 1521 Joerge d’ Albuquerque, panglima perang Portugis di Melaka menyerang bintan dengan membawa 18 buah kapal dan 600 orang prajurit.
Tahun 1523 dibawah pimpinan Don Sancho Enriquez, portugis kembali menyerang Bintan. Namun dibawah komando Hang Nadim, Laskar Kerajaan Bintan mampu memberikan perlawanan yang sengit kepada Portugis. Tidak sedikit tentara Portugis yang mati dalam pertempuran ini dan juga kerugian materi yang tidak sedikit.
Tahun 1526 portugis menghancurkan bandara Bengkalis, yang kemudian portugis kembali mengadakan penyerangan kepada Bintan dibawah pimpinan Pedro Maskarenhaas. Kali ini Portugis mendatangkan angkatan perang dari Goa (India) yang terdiri dari 25 buah kapal-kapal besar, 550 orang prajurit portugis dan 600 orang prajurit Melayu yang telah berhasil mereka bujuk untuk ikut dalam barisan mereka. Disaat itu pula Sultan Mahmud sudah bisa membaca keadaan bahwa Portugis akan kembali menyerang mereka. Dengan segera Sultan Mahmud langsung mengatur pertahanan yang kokoh di Kota Kara dan Kopak. Pertempuran hebat pun terjadi di Kota Kara, Laskar-laskar Melayu banyak yang berguguran, sedangkan Hang Nadim terluka, keadaan pun semakin tidak seimbang, akhirnya Bintan pun berhasil ditakhlukkan Portugis.
Dalam catatan Sejarah Melayu, Sultan Mahmud Syah I adalah yang kedelapan dan juga merupakan Raja yang terakhir dari Kerajaan Melaka (1488-1511). Dan juga beliau merupakan Raja Pertama Kerajaan Johor yang memerintah Johor dari tahun 1511 sampai dengan tahun 1528. Beliau adalah putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah dengan Istrinya Saudara Bendahara Pemuka Raja Tun Perak yang bernama Raja Mahmud. Pada masa Sultan Mahmud Syah I ini, Sultan Munawar, saudara seayahnya yang menjadi Raja di Kampar telah mangkat. Yang digantikan oleh putra Sultan Munawar bernama Raja Abdullah. Setelah Raja Abdullah di nobatkan menjadi Raja Kampar, Sultan Mahmud Syah I langsung mengangkatnya menjadi menantu yang dikawinkan dengan putrinya Putri Mah. Laksemana Hang Tuah juga meninggal pada masa Sultan Mahmud Syah I ini. Menurut sejarah Melayu, hang tuah di makamkan di Tanjung Keling Melaka.
c.       Zaman Johor. Setelah Melaka di kalahkan portugis, putra Sultan Mahmud Syah I, Sultan Ahmad Syah yang merupakan Raja Bintan di Riau, membuka Negeri Johor. Namun gagal. Akhirnya Sultan Mahmud Syah I wafat pada Tahun 1528 dan di beri gelar kemangkatan dengan gelar Marhum Kampar. Kedudukannya digantikan oleh putranya Alauddin Riayat Syah II. Tapi sayang Sultan Alauddin membuat kesalahan fatal. Dia memindahkan imperium Melayu dari Pekantua yang terletak di Sungai Kampar Riau Sumatera yang telah terjaga rapi, kuat dan tangguh ke bagian Johor Lama dan di beri nama Pekan Tua juga. Rancangan ayahnya yang kokoh dengan maksud supaya tetap menjaga hubungan dalam imperium Melayu jadi hancur. Pada waktu itu Kampar tidak lagi diurus Raja sendiri, melainkan diserahkan kepengurusannya kepada Adipati Kampar (Selaku Gubernur). Bahkan dikatakan dari sumber sejarah lain Sultan Alauddin Riayat Syah II ini malah mau berdamai dengan portugis dan sama-sama menghantam Aceh. Abangnya yang bernama Raja Muda Muzaffar Syah diusirnya atas desakan bendahara. Raja Muda Muzaffar Syah sekeluarga akhirnya pergi membawa nasib hingga ke Siam (Thailand). Kemudian dibawa rakyat di Kelang ke Perak dan dirajakan disana selaku Sultan Perak dan Selangor.
September 1537, Aceh mengadakan penyerangan kepada Melaka yang telah berada di tangan Portugis. Dengan kekuatan 300 orang prajurit, Aceh mendaratkan dan berperang diMelaka selama 3 hari. Aceh juga menyerang Haru. Sultan Alauddin Riayat Syah II tiba-tiba menyerang armada Aceh (Deli) dalam pada tahun 1540. ia merebut haru masuk dalam lingkungan Melayu. Hal ini merupakan dendam aceh dengan imperium Melayu sampai abad ke 18. dan tentu saja hal ini sangat menguntungkan bagi Portugis. Aceh kemudian membalas serangan itu pada tahun 1564 ke Haru, dan berhasil mendudukinya. Armada aceh terus aju menduduki Johor-Lama dan Sultan Alauddin Riayat Syah II berhasil di tawan dan dibawa ke Aceh.
Setelah itu berturut-turut menjadi raja Johor: Sultan Nuzaffar Syah 1564-1570 Sultan Abdul Jalil Syah 1570-1571 Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II 1571-1597 Sultan Alauddin Riayat Syah III 1597-1615 Sultan Abdul Muayat Syah 1615-1623 Sultan Abdul Jalil Syah III 1623-1677
Pada masa Sultan Muzzafar Syah, lahirlah seorang Pujangga Melayu (1565) putra dari Tun Ahmad Paduka Raja yang terkenal dengan nama Tun Seri Lanang. Tun Sri Lanang merupakan penulis terbanyak tentang sejarah Melayu. Tulisannya menjadi sumber-sumber sejarah Melayu dewasa ini. Beliau pernah tinggal di aceh sambil menyusun dan menyempurnakan karyanya yang terbesar.yakni Tentang Sejarah Melayu. Dan berkenaan dengan penulis-penulis dan ulama yang termasyur seperti Syekh Nuruddin ar Raniri, Tun Aceh, Tun Burhat, Hamzah Fansuri, Syeikh Syamsuddin Sumatrani, dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Syah III. Johor mengadakan hubungan persahabatan dengan belanda. Dengan kekuatan yang berserikat, Johor berhasil merebut Melaka dari tangan Portugis pada tanggal 14 januari 1647.
Tahun 1673 Batu Sawar diserang Jambi sehingga Sultan mundur ke Pahang. Dan mangkat pada Tahun 1677. kedudukannya digantikan oleh Sultan Ibrahim Syah yang memerintah dari tahun 1677 sampai dengan tahun 1685.
Pada masa Sultan Ibrahim Syah memerintah, beliau memindahkan pusat Kerajaannya ke Bintan pada tahun 1678 tepatnya di Sungai Carang. Dari sini beliau menyusun kekuatan menyerang Jambi. Negeri itu menjadi “Bandar Riuh” yang pada akhirnya terkenal dengan nama RIAU. Masa pemerintahan Sultan Ibrahim Syah berakhir pada tahun 1685. Tetapi saya belum mengetahui secara pasti penyebab berakhirnya masa beliau memerintah, Karena saya sedang mencari data tentang Sultan Ibrahim Syah ini. Tapi sangat besar kemungkinan bahwa beliau berhenti memerintah dikarenakan wafat.
Saat beliau wafat belum ada yang bisa menggantikan kedudukannya sebagai raja. Hal ini disebabkan karena cikal bakal pewaris tahta beliau, yakni putranya yang bernama Raja Mahmud masih kecil. Maka pemerintahan Kerajaan pada waktu itu dipegang oleh Datuk Seri Maharaja atau disebut juga Bendahara Paduka Raja Tun Habib. Pada masa ini diadakan perjanjian dagang dengan Belanda. Setelah Raja Mahmud dewasa, barulah Raja Mahmud dinobatkan menjadi Sultan dengan gelar Sultan Mahmud Syah II. Beliau memerintah dari tahun 1677 sampai dengan tahun 1699. Meninggal pada usia 42 tahun setelah di bunuh Laksemana Megat Sri Rama. Sultan Mahmud Syah II meninggal ketika sedang berangkat untuk menunaikan shalat Jum’at. Beliau pergi shalat jum’at dengan di julang oleh pengawalnya. Dijulang dalam bahasa Melayu berarti di dudukkan di atas tengkuk. Di tengah perjalanan Sultan Mahmud Syah II dibunuh oleh Megat Sri Rama. Tapi menurut keterangan Raja Ali Haji, Laksemana Megat Sri Rama juga mati disebabkan oleh sikin nya Sultan sesuai dengan keterangannya yang tertulis dalam Tuhfatu’n Nafis : “maka adalah ketika baginda itu diatas julang hendak pergi Shalat Jum’at, lalu diparangnya hulu hati baginda hingga mangkat, dan Megat (Sri Rama) itupun mati juga karena dilontar oleh baginda dengan sikinnya¹” Dengan berita kematian Sultan yang telah sampai keistana membuat Istri Sultan Mahmud Syah II, Encik Pong yang sedang hamil tua diselamatkan oleh Nahkoda Malim, salah satu hulubalangnya yang setia. Encik Pong di larikan kedalam hutan dengan beberapa orang pengawalnya.
Sejak itu putuslah zuriat keturunan Raja-Raja Melaka di Johor. Dan bertukar alih ke tangan Raja-Raja keturunan dari Bendahara.
Setelah Encik Pong melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Raja Kecil, Encik Pong dibawa keluar Johor dan dibawa ke Jambi. Kemudian dilarikan lagi ke Indragiri, hingga akhirnya sampai ke Pagarruyung. Dipagarruyung Encik Pong dan Raja Kecil mendapatkan Suaka Politik. Bahkan Raja Kecil dianggap sebagai anak angkat istana oleh Kerajaan pagarruyung. Encik Pong pun wafat di pagarruyung. Raja Kecil kemudian betul-betul dididik oleh keluarga Istana Pagaruyyung. Mulai dari ilmu agama, ilmu pemerintahan, ilmu silat dan sebagainya. Raja Kecil tumbuh menjadi remaja. Sampai akhirnya Keluarga Kerajaan Pagarruyung menceritakan asal usul dirinya. Setelah mengetahui, maka Raja Kecil ingin menuntut balas atas kejadian yang menimpa keluarganya. Pada saat itu ia telah di bekali dukungan dari Pagarruyung.
Dalam satu Riwayat sejarah Melayu lain dikatakan mengenai Raja Kecil ini. Raja Beraleh (Tun Bujang) seorang anak raja yang datang dari Minangkabau telah menghambakan diri kepada Sultan Lembayung (seorang Raja dari hulu palembang sebagai pembawa tempat sirih sultan. Kemudian setelah membawa Raja Jambi dalam suatu peperangan, Raja Beraleh kembali ke Minangkabau. Oleh keluarga Raja Pagarruyung, nama Raja Beraleh ditukar menjadi Raja Kecil. Namun cerita ini tidak popular di Riau.
Pengganti Sultan Mahmud Syah II diangkat Bendahara Paduka sebagai Sultan dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV (1619-1718). Adindanya Tun Mahmud diangkat menjadi Yam Tuan Muda (Raja Muda)/ sejak itu anak-anaknya dipanggil Tengku. Rakyat berontak. Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV pindah ke Riau pada tahun 1709 dan minta bantuan VOC Belanda tahun 1713. kemudian ia disingkirkan oleh Raja Kecil yang telah diberi gelar Yang Dipertuan Cantik pada tanggal 21 Maret 1717. ia naik tahta dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah (1718-1722).
d.      Riau-Lingga Inggris dan Belanda membuat perjanjian (amiens 1802) bahwa jajahan Belanda di Indonesia harus dipulangkan oleh Inggris. Hal ini diperteguh lagi setelah kalahnya Napoleon (Konferensi London). Sir Stanford Raffles wakil gubernur Inggris dari India memperlambat kengembalian ini.
Ditahun 1818, Inggris mengembalikan Melaka kepada Belanda. Tengku Long ditabalkan menjadi Sultan Riau-Johor tanggal 6 Februari 1819. dengan acara adapt disaksikan oleh Raffles dan Mayor Farquhar. Dengan peristiwa ini terpecahlan Imperium Riau Johor menjadi dua yaitu Kerajaan Johor Singapura di bawah pimpinan Tengku Husin (T.Long) tahun 1824, Singapura jadi Crown Colony Inggris. Dan Kerajaan Riau dibawah Sultan Tengku Abdul Rahman Muazzamsyah II yang didukung oleh Belanda. Namun akhirnya pada tanggal 3 Februari 1911 Kesultanan Riau dihapuskan Pemerintahan langsung ditangan Gubernur Hindia Belanda diwakili oleh seorang residen yang berkedudukan di Tanjung Pinang sampai awal masuknya Jepang.
Dalam Bataviaasche Novelles lebih lanjut diberitakan dari Jambi tertanggal 28 Maret 1711 bahwa seorang Minangkabau atau dari Pealaman, menyebut dirinya sebagai Raja Ibrahim, memperkenalkan diri sebagai keturunan Yang Dipertuan yang terkenal dengan pengikut enam atau tujuh orang, telah sampai dihulu Jambi, membawa lempengan perak dengan tulisan, persahabatan dengan Pangeran Pringga Raja serta saudaranya Kyai Gedee, Sultan Jambi. Sangatlah mungkin ap yang disebut Yang Dipertuan disitu adalah Raja Kecil. Menurut cerita sederhana dari orang-orang bumi putera, bahwa Raja Kecil mengunjungi bajak laut Bugis di sekitar Bangka, untuk meminta bantuan menyerang Johor dan hal itu kelihatannya lebih sesuai dengan umumnya. Jika dalam Tahun 1648 sweaktu ia mengunjungi Jambi ia berumur 20 tahun, maka sewaktu merebut Johor dalam tahun 1717, umurnya telah mencapai umur 53 tahun, dan dalam tahun 1745 ia telah berumur 81 tahun (ia wafat tahun berikutnya), barulah sesuai jika ia dikatakan “telah berusia sangat lanjut”.
Kebenaran masalah ini tetap menimbulkan keraguan, tetapi perlu mendapat perhatian, bahwa pemerintah Melaka dalam tahun 1745, jadi 25 tahun setelah terjadi berbagai peristiwa, menurut pelukis Melayu adalah Raja Kecil, bukanlah Raja Sulaiman yang menjadi Raja Melayu. Orang-orang bugis dibawah pimpinan tiga bersaudara, Daeng Marewah atau Kelana Jaya Putera, Daeng Perani dan Daeng Pali atau Daeng Celak, dalam tahun 1134 (bersamaan 22 oktober 1721) membantu Raja Sulaiman menaiki tahta Johor, Riau dan Pahang. Pusat Kerajaan waktu itu berada di Riau, sebelah kedalam teluk. Pemimpin-pemimpin bugis tersebut mendapat imbalas atas jasa-jasanya, mungkin karena sultan merasa terima kasih atau oleh karena takut. Daeng Marewah, atau Kelana Jaya Putera menjadi Raja Muda dari Kerajaan Johor dengan gelar Sultan Alau’ddin Syah, sedangkan Daeng Manompo, juga seorang yang terkemuka di antara bajak laut bugis itu, diangkat dengan Raja Tuwah dengan gelar Sultan Ibrahim, ia merupakan raja kedua setelah Raja Muda.
Keterikatan Istana Johor dengan Bugis semakin erat setelah diadakannya perkawinan-perkawinan silang yang berlangsung. Daeng Marewah dikawinkan dengan Encik Ayu, janda Sultan Mahmud, tetapi tidak pernah hidup rukun akibat pengaruh masa remajanya. Daeng Manompo mengambil istri Tun Tepati, saudara ibu Sultan Sulaiman. Daeng Sasuru dan Daeng Mengato kawin dengan saudara sepupu sultan, dan orang-orang bugis yang kurang terkemuka kawin dengan putrid-putri pejabat-pejabat dan kepala-kepala orang Melayu.

BAB IV
BAHASA MELAYU
Bahasa yang dipakai adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakanbahasa Melayu. Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
Indonesia terlepas diakui atau tidaknya status itu. Maka tentu para pendatang, wisatawan yang datang ke bumi lancang kuning akan mencari budaya tersebut, budaya melayu, berarti mereka mencari bahasa.
Bahasa yang umum digunakan di Riau. Jika berkaca dari "pusat budaya melayu" sudah barang tentu jawabannya adalah benar. Tapi mari kita lihat rincian peta penggunaan bahasa-bahasa di Riau.
Kota Pekanbaru tak ubahnya Jakarta yang heterogen. Bisa dikatakan pula bahwa tidak ada bahasa daerah tertentu mendominasi kota. Tidak terlalu banyak orang menggunakan bahasa melayu. Malahan lebih banyak orang berbahasa ocu.
Mengenai Bahasa ocu, belum ada riset resmi darimanakah asal bahasa ocu ini. Apakah lebih dekat dengan bahasa Melayu kerajaan Riau-Lingga atau bahasa Minangkabau. Jika anda bertanya ke beberapa orang ocu, maka anda akan menemukan pengakuan beragam. Ada yang mengaku ocu itu bahasa melayu tapi yang lain berkata ocu lebih dekat ke bahasa minangkabau, Bahasa kerajaan Pagaruyung.
Bisa diambil kesimpulan bahasa ocu lah yang berkuasa di ibukota provinsi Riau ini. Bisa dilihat dari posisi kota sendiri, diselubungi oleh Kabupaten Kampar, rumahnya orang ocu. Tapi jika anda pergi ke pasar-pasar tradisional jangan harap ada bahasa melayu disana, karena bahasa pasar di Pekanbaru adalah bahasa minang
Kampar. Hampir 90 persen orang-orang kabupaten Kampar menggunakan bahasa ocu.
Rohul Daerah ini memiliki bahasa yang tak jauh beda dengan bahasa ocu dan minang. Bahasa umum digunakan kabupaten ini disebut juga bahasa Pasir (Pasir Pengaraian).

Rohil
. Inilah daerah yang kuat bahasa melayunya karena betul-betul berada di pantai timur Sumatera. Namun etnis Batak dan Tiong Hoa juga tidak sedikit di-daerah-ini.
Kuansing. Bahasa disini apa yang banyak orang bilang bahasa Taluk atau bahasa Taluk Kuantan. Bahasa Taluk nyaris sama dengan bahasa Ocu hanya berbeda di beberapa suku kata. Namun bahasa taluk juga dekat dengan bahasa minang karena memang daerah ini dekat dengan wialayah minangkabau, Sumatra Barat. Lihat persamaan mitologi antara ketiga bahasa dibandingkan.
Siak, Meranti, Bengkalis, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Hilir
Jelas sekali daerah-daerah diatas didominasi oleh bahasa melayu. Ada empat kerajaan yang pernah berdiri disini: Siak, Indragiri, dan Pelalawan tentu semuanya itu tidak lepas dari pengaruh Riau-Lingga.
Walaupun dikuasai satu bahasa, Melayu, tapi untuk dialek setiap daerah berbeda-beda. Namun bahasa-bahasa lainnya seperti banjar, bugis, jawa juga tidak kecil jumlahnya di daerah-daerah tersebut. Selain itu bahasa etnis Tiong Hoa juga cukup besar jumlahnya terutama di daerah-daerah tepi sungai dan pesisir pantai timur Sumatera seperti Inhil, Bengkalis dan Meranti.

MEMPRAKTEKKAN BAHASA MELAYU RIAU
Mempraktekkan bahasa melayu dalam kehidupan sehari-hari, apalagi kita sebagai orang yang bertempat inggal dibumi melayu khususnya pekanbaru ini sangat penting, karena, Salah satu dampak yang terjadi dari hal yang telah dijelaskan diatas adalah kemunduran yang sangat pesat atas pengembangan kebudayaan Melayu, Sulit mempertahankan apa yang seharusnya menjadi tolak ukur dengan kebudayaan lain. Untuk itu tidakkah lebih baik kita dapat mentelaah lebih lanjut .
Provinsi Riau terdiri dari enam kabupaten dan dua kotamadya, yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Riau, Kotamadya Pekanbaru, dan Kotamadya Batam. Berdasarkan keadaan alamnya, provinsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Riau Daratan meliputi Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kotamadya Pekanbaru, sedangkan Riau Kepulauan meliputi gugusan pulau-pulau yang menyebar sampai ke perbatasan perairan Malaysia di Laut Cina Selatan dan perbatasan Kalimantan Barat.
Daerah seluas itu didiami oleh berbagai subdialek Melayu, yang seperti sudah dijelaskan dapat dibagi menjadi dua subdialek, yaitu subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan. Subdialek Daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Minangkabau, sedang subdialek Kepulauan mempunyai ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Malaysia. Di samping berbagai ciri khas lain, kedua subdialek ini ditandai dengan kata-kata yang dalam bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang berakhir dengan vokal /a/; pada subdialek Daratan diucapkan dengan vokal /o/, sedang pada subdialek Kepulauan diucapkan /?/ (Hasan, 1976: 50). Beberapa contohnya antara lain adalah :
Bahasa Indonesia : Riau Daratan : Riau Kepulauan
bila                              bilo                  bile
tiga                              tigo                 tige
kata                             kato                 kate
Jadi, kesan pertama bila berhadapan dengan dialek Melayu Riau (Kepulauan) adalah tingginya frekuensi kemunculan vokal /e/ pada kata-kata bersuku terbuka dan tiadanya vokal yang sama pada suku yang tertutup konsonan, seperti bahasa Indonesia dialek Jawa. Vokal yang lain juga memiliki distribusi yang khas, yang akan penulis perlihatkan pada bagian belakang. Kelompok konsonan yang paling mengesankan ialah konsonan getar uvular /R/ yang berbeda dengan getar ujung lidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
Seperti umumnya yang terjadi pada bahasa lisan, dalam dialek ini banyak kata yang muncul dalam bentuk singkat seperti lah untuk sudah atau telah, na‘ untuk hendak, ta‘ untuk tidak. Bahkan, kata ta‘ yang dalam bahasa Indonesia hanya muncul dalam bentuk terikat, dalam dialek ini dapat berdiri sendiri sebagai kalimat minim.
+ Na‘ makan ta? / ‘Mau makan tidak?‘
- Ta‘/ ‘Tidak‘
Dalam bidang morfologi, awalan per- dan akhiran -i jarang sekali muncul. Untuk melalui misalnya dipakai lalu dekat (masjid) dan untuk mempertinggi dipakai membuat tinggi atau meninggikan, sedangkan dalam bidang sintaksis, kesan yang penulis peroleh ialah jarang muncul kata-kata tugas seperti terhadap atau akan, dengan, dan oleh.
Dalam bidang kosakata, tidak terlihat adanya perbedaan yang mencolok, namun juga dapat dicatat beberapa kata khas yang tidak biasa dipergunakan dalam bahasa Indonesia modern. Untuk mempersilakan tamu-tamu minum atau makan dipergunakan kata jemput, ‘silakan ambil‘, untuk tetangga digunakan rumah sebelah, kata patek ‘patik‘ digunakan bila orang ingin merendahkan diri, dan untuk panggilan guru dipakai cek gu.
Dalam bertutur dan berkata,banyak dijumpai nasihat, karena kata sangat berpengaruh dalam pergaulan, “Bahasa menunjukkan Bangsa.” Kata Bangsa disini berarti orang berderajat atau orang baik-baik. Orang-orang yang menggunakan kata yang tidak senonoh, dia tentu orang yang tidak berbangsa dan derajatnya rendah.
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, maka ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata-katanya, seperti ungkapan :

Hidup sekandang sehalaman 
Tidak boleh tengking-menengking
Tidak boleh tindih-menindih
Tidak boleh dendam kesumat

Pantang membuka aib orang
Pantang merobek baju dibadan
Pantang menepuk air didulang
Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa
Pedas lada hingga ke mulut
Pedas kata menjemput maut

Bisa ular pada taringnya
Bisa lebat pada sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padanya

Oleh karena itu, kata dan ungkapan memegang penting dalam pergaulan,maka selalu diberikan tuntunanagar kerukunan tetap terpelihara.
 

BAB V
SISTEM TEKNOLOGI
Sejak zaman bahari masyarakat Melayu Riau sudah memiliki bermacam cara untuk memenuhi keperluan hidup. Artinya sejak masa lampau masyarakat Melayu Riau telah menguasai teknologi. Teknologi ini diklasifikasi menjadi teknologi pertanian, pernikahan, peternakan, pertukangan, perkapalan, pertambangan, dan pengolahan bahan makanan. Sistem teknologi yang dikuasai orang melayu menunjukkan bahwa orang Melayu kreatif dan peka dalam memfungsikan lingkungan dan sumber daya alam di sekitarnya. Orang Melayu juga tidak tertutup terhadap perubahan teknologi yang menguntungkan dan menyelamatkan mereka.
Teknologi pada hakekatnya adalah cara mengerjakan suatu hal (Masher, 1970:127), yaitu cara yang dipakai manusia untuk beberapa kegiatan dalam kehidupannya. Teknologi terutama terlihat dalam pendayagunaan potensi sumber daya yang ada di sekitar manusia. Oleh karena itu, teknologi merupakan satu diantara sekian banyak hasil budaya manusia dan merupakan cermin daya kreatif dalam memanfaatkan lingkungannya untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Pada dasarnya keluarga masyarakat Melayu sejak zaman bahari telah melakukan beragam cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat Melayu juga memiliki dan menguasai bermacam-macam teknologi, mulai dari teknologi yang menghasilkan makanan dan tumbuh-tumbuhan (yang kemudian menjadi pertanian), berburu (yang berkembang menjadi usaha peternakan), menangkap ikan (yang berkembang menjadi usaha perikanan dengan berbagai teknologi penangkapan yang dipakai), serta cara mengangkut hasil-hasil usaha yang disebutkan diatas.
Teknologi yang dikuasai masyarakat Melayu Riau antara lain membuat rumah dan atapnya yang terbuat dari daun-daunan, maupun membuat sejenis keranjang untuk mengangkut hasil pertanian yang bentuk dan jenisnya beragam. Masyarakat Melayu juga menguasai cara membuat perkakas yang dipakai sehari-hari. Cara ini masih ada dan berlanjut sampai sekarang.
Terdapat anggapan bahwa beberapa peralatan dan mata pencaharian khas yang masih ditemukan dalam masyarakat Melayu Riau sekarang ini berasal dari masyarakat Melayu bahari. Bukti lain menunjukkan bahwa ditinjau dari segi mata pencahariannya, suatu keluarga Melayu bahari jarang sekali bergantung pada satu mata pencaharian , sehingga mereka tidak bergantung pada satu jenis teknologi. Keragaman mata pencaharian masyarakat Melayu dibagian daratan Sumatera ( Riau Daratan) dapat dijadikan dasar untuk menelusuri keragaman teknologi yang ada dalam masyarakat. Setiap jenis mata pencaharian biasanya mempunyai beberapa cara dan alat. Alat dan cara penggunannya akan menampakkan teknologinya.
Peralatan dan cara penggunaannya dipengaruhi oleh lingkungan dan sumberdaya yang akan di olah, sehingga lahir berbagai teknologi. Walaupun teknologi itu menghasilkan hal yang sama atau mempunyai fungsi yang sama, tapi teknologi tetap berbeda. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa masyarakat Melayu mampu secara aktif menghasilkan berbagai teknologi dan sekaligus mengembangkannya sesuai dengan fungsi dan pengaruh lingkungan tempat digunakannya teknologi tersebut. Masyarakat Melayu tidak canggung dengan perubahan teknologi, asal teknologi tersebut lebih menguntungkan dan mudah diterapkan , seperti teknologi dalam pertanian.

ALAT-ALAT PERTANIAN
Pada dasarnya pertanian didaerah ini adalah pertanian dengan sistem ladang. Disamping itu ada pula usaha perkebunan karet rakyat. Alat-alat yang digunakan untuk perladangan ini sangatlah sederhananya, terdiri dari : beliung, parang panjang, parang pendek atau candung, tuai atau ani-ani, bakul, lesung, dan antan (alu), dan nyiru (tampah).
Pertanian dengan sistem ladang ini, cara pengolahan tanahnya sangat sederhana, tidak memerlukan cangkol atau pacul. Hutan yang dianggap subur, ditebang dengan menggunakan beliung dan parang. Pohon yang besar-besar ditebang dan setelah rebah lantas ditutuh, yaitu dahan-dahannya dipotong supaya gampang nantinya dimakan api. Sebelumnya di sekeliling tempat yang akan dibakar itu di “landing” terlebih dahulu, yaitu dibersihkan dari kayu dan daundaun kering supaya api tidak menjalar ke hutan sekitarnya. Pembakaran dimulai
dari atas angin, sehingga dengan bantuan angin api akan menjalar keseluruh lapangan.
Setelah abu pembakaran tersebut dingin, biasanya pada hari kedua atau ketiga setelah dibakar, bibit padi pun mulai disemai. Menanam bibit ini ada dua cara, yaitu: untuk tanah bencah atau basah, bibit padi ditaburkan ditanah. Kalau padi sudah tumbuh dan mencapai tinggi kira-kira tiga puluh centimeter, lalu di “ubah”, yaitu anak-anak padi tersebut dicabut kembali dan setelah dibersihkan akar-akarnya ditanam kembali secara teratur. Prinsipnya hampir sama dengan penanaman di sawah.
Penanaman padi ini biasanya pada akhir kemarau, karena begitu padi ditanam musim hujan pun tiba. Adapun alat-alat yang digunakan, yaitu: alat-alat yang terbuat dari besi, seperti mata beliung, mata parang dan mata ani-ani dibeli dipasar dan gagangnya dibuat sendiri. Lain pula halnya bagi petani karet, yang keadaannya pun sederhana juga. Umunya di Riau petani ladang jika sudah panen tanah bekas ladangnya itu ditanami karet. Sehingga daerah perladangan makin lama jadi semakin jauh, karena tanah-tanah yang dekat dengan kampung telah diisi karet.
Karet yang ditanam itu dibiarkan tumbuh sendiri tanpa dirawat dan tumbuh bersama belukar. Kalau sudah mencapai umur empat atau lima tahun, yaitu saat karetnya telah boleh disadap, barulah didatangi kembali dan dibersihkan. Alat-alat yang digunakan untuk menyadap untuk pohon karet tersebut terdiri dari:
1.      Sudu getah, yaitu semacam talang kecil terbuat dari seng yang dipantelkan ke pohon karet untuk mengalirkan getah.
2.      Mangkok getah, terbuat dari tembikar kasar, tetapi sekarang banyak digunakan tempurung kelapa.
3.      Pisau getah, disebut juga “pisau toreh”, yaitu pisau untuk menorah kulit pohon, dan ada juga menyebutnya pisau lait”.
4.      Ember atau kaleng, digunakan untuk mengumpulkan dan mengangkut hasil getah berbentuk susu ke tempat pengolahan.


WADAH ATAU ALAT-ALAT UNTUK MENYIMPAN BARANG
Untuk menyimpan hasil produksi terdapat alat-alat sebagai berikut:
1.      Kepok: yaitu tempat menyimpan padi berbentuk cylinder dengan garis tengah 11/2 meter dan tinggi 1 meter. Terbuat dari kulit kayu dan disimpan di dalam rumah.
2.      Sangkar: ada dua maam:
              a.          Sangkar tempat penyimpan ikan, terbuat dari anak kayu yang dijalin dengan rotan dan ditendam dalam air.
             b.          Sangkar ayam atau burung terbuat dari rotan atau anaka kayu. Ada yang diletakkan di dalam rumah dan ada pula yang digantungkan

Untuk menyimpan kebutuhan sehari-hari:
1.      Tempayan yaitu tempat air dari tembikar
2.      Labu yaitu tempat air, terbuat dari buah labu yang dikeringkan dan dibuang isinya
3.      Bakul yaitu tempat bahan makanan sehari-hari terbuat dari pandan anyaman
4.      Sumpit yaitu semacam karung, terbuat dari panda yang dianyam, untuk menyimpan beras, ubi kering atau sagu rending lain-lain

Untuk wadah dalam rumah tangga seperti:
1.      Bangking yaitu tempat pakaian-pakaian halus dari kayu kapok berasal dari Cina
2.      Peti besi yaitu tempat pakaian atau benda-benda lannya.
3.      Peti kayu yaitu berukuran lebih besar dari peri besi, juga berasal dari Cina. Tempat menyimpan barang-barang berharga
4.      Bintang yaitu terbuat dari kuningan, ada yang bundar dan ada pula yang bersegi delapan. Pakai tutup biasanya unyuk menyimpan alat-alat keperluan wanita.

BAB VI
SISTEM MATA PENCAHARIAN

Bagi orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). Orang Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di kalangan orang Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutamanya orang Tionghoa. Tetapi kini telah ramai orang Melayu yang telah sukses dalam bidang perniagaan dan menjadi ahli korporat. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan mampu memiliki mobil dan rumah mewah. Selain itu itu juga, banyak orang Melayu yang mempunyai pendidikan yang tinggi, setingkat universitas di dalam maupun di luar negeri.
Desa ranah Kampar, memiliki ke unikan tersendiri, dimana desa ini dikelilingi oleh aliran Sungai Kampar. Jumlah penduduknya sekitar 1.000 kepala keluarga dengan mata pencarian sebagian besar adalah pedagang, petani perkebunan dan petani tambak ikan.
Di desa ini terdapat objek wisata budaya, yaitu berupa rumah adat suku Bendang. Selain itu di desa ini ada makanan khas berupa ikan lomak yang berasal dari tambak dan menjadi ciri khas masakan di daerah ini.
Daerah ini merupakan sentra produksi ikan di Kabupaten Kampar, bahkan di provinsi Riau.Warga masyarakat desa Ranah sangat kental dengan adat istiadat dan agama.
Mata pencaharian penduduk Bengkalis adalah sebagai nelayan dan juga PNS, karena di Pulau Bengkalis inilah letak pusat pemerintahan untuk kabupaten Bengkalis , yang meliputi Duri dan Dumai. Bisa dibayangkan dong, kalau ingin membuat akte kelahiran kita harus menyebrang pulau dari Duri ke Pulau ini.



BAB VII
ORGANISASI SOSIAL
Masyarakat Melayu Riau pada dasarnya terdiri dari dua dua stratifikasi Sosial atau golongan, yaitu golongan masyarakat asli dan golongan penguasa atau bangsawan kesultanan. Meskipun demikian, struktur sosial orang Melayu Riau sebenarnya longgar dan terbuka bagi kebudayaan lain. Sehingga banyak orang Arab dan Bugis yang menjadi bangsawan.
Wan adalah gelar bangsawan bagi orang Arab dan raja adalah gelar kebangsawanan orang Bugis. Mereka juga mendapat kedudukan yang sangat tinggi (Sultan Siak dan Sultan-sultan Kerajaan riau-Lingga). Sedangkan, gelar bangsawan untuk orang Melayu adalah tengku.
Pada awalnya kepala-kepala suku yang menguasai hutan tanah, “territorial” bernaung di bawah kerajaan Johor. Namun setelah Raja Kecil dapat meduduki takhta Kerajaan Johor, terpaksa Keluarga kesultanan meninggalkan Johor dan membuka kerajaan baru di sungai Siak, maka kerajaannya dinamakan “Kerajaan Siak Sri Inderapura”. Dalam keadaan yang baru ini, pembagian golongan dalam masyarakat Riau mulai berlaku.
Jika pada mulanya yang ada hanya kepala suku sebagai puncak dan anggota sukunya sebagai dasarnya, maka dengan adanya Sultan beserta keturunannya, terjadilah tingkatan sosial baru sebagai berikut: Raja/Ratu dan Permaisuri yang merupakan tingkat teratas. Keturunan Raja yang disebut anak Raja-raja, merupakan lapisan kedua. Orang baik-baik yang terdiri dari Datuk Empat Suku dan Kepala-kepala suku lainnya beserta keturunannya merupakan lapisan ketiga. Orang kebanyakan atau rakyat umum, merupakan tingkatan terbawah.
Adanya tingkatan sosial tersebut membawa konsekuensi pula dibidang adat istiadat dan tata cara pergaulan masyarakat. Makin tinggi golongannya semakin banyak hak- haknya, seperti; keistimewaan dalam tata pakaian, tempat duduk dalam upaca-upacara pun menunjukan adanya perbedaan itu.
Pada perkembangan kekinian, seiring dengan perubahan ketatanegaraan akhirnya berubah juga  stratifikasi sosial ini. Saat ini ketentuan-ketentuan adat ini sudah tidak mengikat lagi dan pada umumnya sudah disesuaikan dengan alam demokrasi sekarang. Sehingga perbedaan golongan tingkat ini sudah tidak kelihatan lagi dalam pergaulan. Pada waktu ini lebih diutamakan kepribadian, kedudukan dan keadaan materiel seseorang menurut ukuran sekarang.
Dalam upacara perkawinan misalnya, bagi mereka yang mempunyai kemampuan materiel, bisa memakai pakaian dan perlengkapan yang seharusnya diperuntukan bagi seorang Raja atau Sultan. Dalam upacar adat yang diadakan sekarang, yang dianggap tinggi adalah pejabat-pejabat pemerintah sesuai menurut kedudukannya sekarang, bukan lagi Datuk-datuk atau Tengku-tengku. Upacara adat sekarang sudah beralih fungsinya. Adanya upacara adat ini hanya sekedar menunjukkan identitas suku bangsanya dengan kejayaannya dengan masa lampau.
Dengan demikian, perkembangan budaya dalam pemahaman nasional atau negara Indonesia hari ini, tidak mengenal kasta, strata, jenis tertentu dalam masyarkat. Hal ini menunjukkan sisi egalitarian bangsa Indonesia dalam menyikapi ragam budaya, serta garis sejarah yang panjang di masing-masing daerahnya.
Dengan sifat egalitarian ini, sangat memungkinkan perbedaan yang ada bisa kita duduk sejajar dalam bermasyarakat meski berasal dari asal usul, golongan atau nenek moyang yang berbeda. Dan pentingnya pembelajaran adat dan budaya nenek moyang adalah untuk memahami makna filosofis yang terkandung bukan untuk memperdalam jurang pemisah kebhinekaan Indonesia.

BAB X
SISTEM PENGETAHUAN
Dalam kehidupan sosial, pengetahuan ini berpengaruh pada beberapa hal,  antara lain:
1.      Sikap sederhana
2.      Menguatnya iman kepada Tuhan
3.      Kedekatan pada alam
Adapun ciri-ciri dari bangsa Melayu menurut para penguasa kolonial Belanda, Inggris serta para sarjana asing antara lain sebagai berikut:
1.      Seseorang disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu dalam sehari-harinya , dan beradat istiadat Melayu. Adat Melayu itu bersendikan hukum syarak, syarak bersendikan kitabullah. Jadi orang Melayu itu adalah etnis yang secara kultural (budaya) dan bukan mesti secara genealogis (persamaan keturunan darah).
2.      Berpijak kepada yang Esa. Artinya ia tetap menerima takdir, pasrah dan selalu bertawakal kepada Allah.
3.      Orang Melayu selalu mementingkan penegakan hukum (law enforcement)
4.      Orang Melayu mengutamakan budi dan bahasa, hal ini menunjukan sopan-santun dan tinggi peradabannya.
5.      Orang Melayu mengutamakan pendidikan dan Ilmu.
6.      Orang Melayu mementingkan budaya Melayu, hal ini terungkap pada bercakap tidak kasar, berbaju menutup aurat,menjauhkan pantang larangan dan dosa dan biar mati daripada menaggung malu dirinya atau keluarganya, karena bisa menjatuhkan marwah keturunannya, sebaliknya tidak dengan kasar mempermalukan orang lain.
7.      Orang Melayu mengutamakan musyawarah dan mufakat sebagai sendi kehidupan sosial. Kondisi ini terlihat pada acara perkawinan, kematian, selamatan mendirikan rumah dan lain-lain. Orang Melayu harus bermusyawarah/mufakat dengan kerabat atau handai taulan
8.      Orang Melayu ramah dan terbuka kepada tamu, keramahtamahan dan keterbukaan orang Melayu terhadap segala pendatang (tamu) terutama yang beragama Islam,
9.      Orang Melayu melawan jika terdesak, Faktor yang paling penting dalam mengintegrasikan masyarakat adalah kesepakat diantara warga masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyaraktan tertentu. Konsesus yang disepakati tidak hanya mengakibatkan perkembangan integrasi sosial, tetapi merupakan usur yang fungsional untuk menstabilkan sistem sosial dengan asumsi bahwa sistem sosial dimaksud cenderung mencapai stabilitas atau keseimbangan diatas konsesus para anggota akan nilai-nilai tertentu, mengakibatkan pendekatan fungsional, menganggap bahwa ketergantungan dan penyimpangan yang menyebabkan terjadinya perubahan masyarakat dan timbulnya perbedaan sosial yang makin kompleks sebagi akibat pengaruh yang datang dari luar.

BAB VIII
KESENIAN
A.    Tarian
Tari Persembahan adat Melayu
Tari Persembahan adalah Sebuah tari Melayu yang khusus untuk menyambut tamu-tamu, Tak lengkap rasanya bila suatu acara khusus tidak menampilkan tari persembahan ini.
Tari persembahan bisa dibilang tari sekapur sirih. bila rentak irama gendangnya dipercepat,ini  menandakan acara pemberian sirih kepada tamu undangan dimulai, Begitulah sampai para penari beranjak pergi.
B.     Nyanyian
Kumpulan Lagu-lagu daerah Riau Lagu Daerah Riau – Riau sebagai daerah kaya budaya dan seni sudah pasti memiliki lagu daerah sendiri. Ada banyak lagu-lagu daerah Riau, mulai dari lagu berbahasa Melayu.
Kebanyakan lagu daerah Riau jarang diputar radio-radio kota Pekanbaru, kecuali lagu-lagu sudah sangat populer seperti Lancang Kuning yang memang maestronya lagu daerah Riau. Seperti Lagu Seroja, Lagu Tuanku Tambusai, Lagu Lancang Kuning, Lagu Tanjung Katung, Lagu Selayang Pandang, Lagu Hangtuah, Lagu Bunga Tanjung, Lagu Soleram, Kutang Barendo, Lagu daerah Kampar, Moncik Badasi, Lagu daerah Kampar, Randai Lomak Diurang Katuju di Awak, Lagu daerah Taluk Kuantan, Kuansing
C.    Musik tradisional
Gambus Melayu Riau, Seni Musik Tradisional
Gambus Melayu Riau, Seni Musik Tradisional Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual dan kebersamaan dalam masyarakat Melayu di Pekanbaru yang terjadi pada waktu ke waktu menyebabkan perubahan pandangan masyarakat terhadap kesenian Gambus dan Zapin. Seperti  kompang, talempong.



D.    Kerajinan Tradisional
Kerajinan dari kota pekanbaru adalah perabotan yang terbuat dari rotan.  Seperti lekar sebuah wadah serba guna yang bisa dipakai untuk kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat melayu.

E.     Upacara tradisional
Para ibu-ibu dan tetangga dekat sedang  memasak untuk acara Resepsi Pernikahan, biasanya diadakan di rumah mempelai perempuan.
Di Kabupaten pekanbaru dari zaman ninik mamak terdahulu, apa bila ada saudara sekampung yang hendak menikah, maka keluarga dari mempelai yang hendak menikah harus memanggil para tetangga kampung untuk membantu kegiatan memasak yang dilakukan 3 hari ataupun sehari sebelum acara resepsi pernikahan berlangsung (hitungan ini tergantung dari keluarga mempelai), karena masyarakat kampar sejak dulu dikenal dengan cara bergotong royong ini pula, maka di kampar jarang sekali yang melakukan “catering” untuk acara pernikahan.
Acara Shalawatan (Badiqiu), Badiqiu merupakan suatu acara Budaya sakral yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh dan sesepuh adat pada malam hari sebelum acara resepsi pernikahan dilakukan, agar acara pernikahan ini berlangsung dengan hikmat dan keluarga yang baru menjadi keluarga yang utuh hingga akhir hayat.
Acara Pengantaran Pihak Lelaki ke rumah Pihak Perempuan (Ba’aghak), Dengan dentuman Rebana dari para tokoh adat ini, menambah kehikmatan nilai budaya yang sakral pada acara pengantaran Pihak Lelaki ke rumah Pihak Perempuan, biasanya shalawatan selalu di kumandang kan hingga akhirnya Pihak Lelaki sampai kerumah Pihak Perempuan.
Akhirnya Mempelai Lelaki sampai juga ke rumah Mempelai Perempuan, dan mereka langsung dipertemukan kemudian di persandingkan.
F.     Cerita rakyat
Berikut kumpulan cerita rakyat dari berbagai daerah di Riau diantara, Dumai, Indragiri Hilir dan Kota Pekanbaru. Cerita Rakyat Riau, Dumai: Putri ujuh, Cerita Rakyat Riau, Inhil: Batu Batangkup, Cerita Rakyat Riau: Si Lancang Kuning, Cerita Rakyat Riau, Kota Pekanbaru – Putri Kaca Mayang, Cerita Rakyat Riau, Inhil – Batang Tuaka, Cerita Rakyat Riau, Kuansing – Ombak Nyalo Simutu Olang.
G.    Permainan rakyat
Permainan Tradisional Daerah Riau, Gasing Permainan Tradisonal Riau. Mainan tradisional Riau, salah satunya, adalah gasing. Tidak jelas kapan pertama kalinya orang-orang memainkan gasing. Memang permainan tradisional di daerah Riau tidak hanya gasing, namun nyatanya gasinglah yang paling populer.
Gasing banyak banyak dimainkan di daerah Riau kepulauan seperti Natuna, Tanjung Pinang, Lingga dan disepanjang pantai timur Sumatra, khususnya orang Melayu.
Permainan bang senebu, Permainan ini dimainkan anak dengan jumlah 5-12 anak. Pemainan ini dimulai denga “uang” sejenis hompimpah.lalu dilanjutkan dengan cak gocih. Kemudian baru bermain bang senebu yang selanjutnya dilanjutkan pok-pok pungguk.



BAB IX
           SISTEM KEPERCAYAAN DAN RELIGI
Penduduk daerah Riau umumnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Agama Islam di daerah ini telah dianut penduduk sejak masuknya agama Islam yang diperkirakan sejak abad ke-11 dan 12 M. Kepercayaan-kepercayaan masih melekat pada sementara penduduk, yaitu penduduk yang tinggal agak jauh ke pedalaman (petalangan) dan khususnya pula tentang suku Sakai.
Penduduk di petalangan ini, seperti Dayun, Sengkemang dan sekitarnya serta di pedalaman sungai Mandau, memang telah berabad-abad memeluk agama Islam. Di kampung-kampung mereka mesjid merupakan lambang desa. Tiap-tiap Juma’at mereka taaat melaksanakan sembahyang Juma’at, tetapi dalam kehidupan sehari-hari pengaruh animisme dan dinamisme masih cukup kuat. Kepercayaan akan adanya roh-roh jahat (hantu, setan), tempat-tempat sakti atau tempat-tempat angker masih mewarnai kehidupan mereka.
Hal-hal ini akan jelas terlihat dalam tindakan mereka sehari-hari, mulai dari melangkah meninggalkan rumah, dalam kegiatannya di ladang-ladang, di hutan, dijumpai banyak pantang-pantangan. Waktu mereka sakit dan dalam usaha mengobati penyakit mereka itu, mereka masih banyak berpegang pada kebiasaankebiasaan primitif.
Demikian pula halnya di masyarakat Sakai. Saat-saat terakhir ini telah banyak memeluk agama Islam dan Kristen. Di samping itu telah ada usaha Departemen Sosial memasyarakatkan mereka dengan mengadakan perkampungan dan pendidikan. Namun demikian agama Islam dan Kristen ini belumlah membudaya benar pada mereka. Sebagian besar dari mereka masih tetap dalam keadaan mereka yang lama dan pengaruh animisme dan dinamisme masih tetap dominan.
Pada zaman dahulu sistem kepercayaan suku melayu masih memiliki Kepercayaan kepada dewa-dewa, Kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus, Kepercayaan kepada kekuatan gaib, Kekuatan kepada kekuatan-kekuatan sakti



BAB XI
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.      Lingkungan dan demografi
·         Provinsi Riau
Daerah Provinsi Riau yang terletak antara 105’ Lintang Selatan dengan 2025’ Lintang Utara dan 1000 dengan 105045’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan dengan provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, Selat Singapura dan Laut Cina Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara.
·         Provinsi Kepulauan Riau
Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71 km² dengan 96 persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar dan kecil telah menunjukkan kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
2.      Sejarah
Pada awalnya nama melayu berawal dari kerajaan Malayu yg pernah ada di kawasan sungai batang hari.
Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi bawahan Kerajaan Sriwijaya Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatera, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
3.      Bahasa
Bahasa yang dipakai adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan bahasa Melayu.
4.      Sistem teknologi dan peralatan
Sejak zaman dahulu masyarakat Melayu Riau sudah memiliki bermacam cara untuk memenuhi keperluan hidup. Artinya sejak masa lampau masyarakat Melayu Riau telah menguasai teknologi. Teknologi ini diklasifikasi menjadi teknologi pertanian, pernikahan, peternakan, pertukangan, perkapalan, pertambangan, dan pengolahan bahan makanan.
5.      Sistem mata pencaharian hidup
Orang Melayu yang tinggal didesa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian dan menangkapikan. Orang Melayu yang tinggal dikota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja disektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain.
6.      Organisasi sosial
Kerukunan merupakan ciri khas dari masyarakat kampung-kampung tersebut. Adanya kerukunan ini bukan disebabkan karena paksaan dari luar berupa sangsi-sangsi hukuman yang keras, tetapi memang timbul dari hati nurani yang dipengaruhi oleh norma-norma yang hidup dimasyarakat itu.
7.      Sistem pengetahuan
Sistem pengetahuan yaitu mengenai pengetahuan alam sekitar, tentang bahan mentah atau galian, dan tentang kelakuan dengan sesama manusia.
8.      Kesenian
Salah satu kesenian Riau adalah teater. Teater merupakan sebuah karya seni yang kompleks, karena didalamnya juga terdapat unsur-unsur kesenian lain.
9.      Sistem Religi
Penduduk daerah Riau umumnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Agama Islam didaerah ini telah dianut penduduk sejak masuknya agama Islam yang diperkirakan sejak abad ke-11 dan 12M.
B.     Saran
Dibandingkan dengan pembangunan fisik, perhatian terhadap kesenian agak jauh tertinggal. Selain mementingkan pembangunan fisik, pembangunan spiritual didaerah ini hendaknya digalakkan pula. Melalui sandiwara dan media senilainnya, pesan-pesan pembangunan dapat disampaikan dengan baik. Untuk itu diperlukan pengadaan naskah-naskah yang dapat menunjang tujuan tersebut.

Sehingga kebudayaan Melayu-Riau tetap terpelihara dengan baik tanpa menghilangkan kebudayaan-kebudayaan aslinya.

2 komentar:

  1. Terime ksh saye rang melayu gunung di lereng gn fatah, SALAM

    BalasHapus
  2. Terime kasih atas ilmunye ini, sangat bermanfaat bagi saye. Salam dari Kabupaten Kepulauan meranti, selatpanjang. Riau.

    BalasHapus