BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Suku melayu merupakan
salah satu suku tertua yang ada di Indonesia, karena sesungguhnya bahasa
Indonesia sendiri berasal dari bahasa melayu.
Banyak hal yang menarik
dari suku melayu yang bagus untuk dianalisis terutama dari unsur-unsur atau
kerangka etnografi dari suku melayu.
Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni.
Bahasa,
sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Termasuk budaya melayu Melayu Riau, adalah
sebagai pusat suku Melayu. Suku Melayu Riau bisa dikatakan sebagai pusat budaya
seluruh suku Melayu. Banyak suku Melayu di Indonesia yang berasal dari suku
Melayu Riau, bahkan suku Melayu yang berada di Malaysia juga berasal dari
keturunan suku Melayu Riau. Selain itu bahasa Indonesia yang menjadi bahasa
Nasional, yang diucapkan oleh seluruh orang Indonesia adalah bahasa Melayu Riau
yang berganti nama menjadi bahasa Indonesia
B.
Rumusan
masalah
1. Bagaimanakah
lingkungan alam dan demografi suku melayu?
2. Bagaimanakah
sasal mula dan sejarah suku melayu?
3. Apakah
bahasa suku melayu?
4. Bagaimanakah
sistem teknologi suku melayu?
5. Bagaimanakah
sistem mata pencaharian suku melayu?
6. Apakah
sistem organisasi yang digunakan suku melayu?
7. Bagaimanakah
sistem pengetahuan suku melayu?
8. Kesenian
apa sajakah yang ada di suku melayu?
9. Bagaimanakah
sistem religi suku melayu?
C.
Tujuan
Agar mengetahui
Unsur-unsur kebudayaan dan kerangka etnografi yang ada di suku melayu, seperti
dari lingkungan dan demografi, asal mula dan sejarah, bahasa, sistem teknologi,
sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, kesenian, dan
sistem religi atau keagamaan.
D.
Metode
Jenis penelitian yang penulis terapkan adalah penelitian
kualitatif yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna
(perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan
teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di
lapangan.
Metode pengumpulan data yang penulis terapkan yaitu melalui
observasi, dan studi kepustakaan.
BAB II
LINGKUNGAN ALAM DAN DEMOGRAFI
A.
LINGKUNGAN
Melayu
Riau atau Riau Raya adalah wilayah dan
masyarakat Melayu yang tinggal di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Mereka menggunakan Bahasa, adat,
dan budaya Melayu sehari-harinya. Riau Raya merupakan saujana peradaban Melayu
yang luas, kaya, dan indah.
Persebaran Masyarakat Melayu Riau terbagi atas :
1. Masyarakat
Melayu Riau Kepulauan, yaitu masyarakat Melayu Riau yang bermukim di kawasan Provinsi
Kepulauan Riau , yang terdiri atas :
2.
Masyarakat Melayu Riau daratan, yaitu masyarakat
Melayu Riau yang bermukim di kawasan Provinsi Riau, terdiri atas Melayu Riau
Pesisisr dan Melayu Pedalaman. Melayu Riau :
Dalam
wilayah Provinsi Riau ada juga masyarakat di bagian pedalaman dataran Riau yang
secara etnis dan budaya lebih dekat dengan rumpun Minangkabau.
Dalam
konteks nasional saat ini mereka telah dianggap bagian dari rumpun Melayu Riau
secara umum. MEski begitu sari segi ilmu akademis utamanya etnology dan ilmu
budaya, ketiganya tetap digolongkan dalam rumpun budaya Minangkabau. Faktor
bahasa, dialek lokal, adat istiadat, budaya matrilianisme yang dianut
masyarakatnya, dan juga kuliner masyarakatnya lebih dekat dengan Minangkabau
daripada dengan Melayu pada umumnya. Dalam kajian ilmu sejarah, juga ditemukan
fakta yang lebih dekat kepada masyarakat Minangkabau secara umum. Hal ini tidak
lepas dari faktor penjajahan Belanda dan Jepang yang telah mengubah peta budaya
Sumatera Tengah pada awal hingga pertengahan abad XX. Pembagian ini diteruskan
oleh Pemerintah RI hingga saat ini.
Kota Pekanbaru yang
dulunya merupakan bahagian dari Kerajaan Siak berada
ditengah-tengah Provinsi Riau daratan. adat, budaya, dan bahasa yang digunakan
merupakan adat melayu Siak yang berkembang pada saat itu.
Sementara Kabupaten Indragiri Hulu juga menggunakan bahasa,
budaya, dan adat Melayu yang sama dengan Melayu Riau Pesisir meski wilayahnya
berada di pedalaman Riau.
Adapun
perkataan Melayu itu sendiri mempunyai kepada tiga pengertian, yaitu Melayu
dalam pengertian “ras” di antara berbagai ras lainnya. Melayu dalam pengertian
sukubangsa yang dikarenakan peristiwa dan perkembangna sejarah, juga dengan
adanya perubahan politik menyebabkan terbagi-bagi kepada bentuk negara seperti
Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina. Melayu dalam pengertian
suku, yaitu bahagian dari suku bangsa Melayu itu sendiri.
Di Indonesia
yang dimaksud dengan suku bangsa Melayu adalah yang mempunyai adat istiadat
Melayu, yang bermukim terutamanya di sepanjang pantai timur Sumatera, di
Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat. Pemusatan suku bangsa Melayu adalah di
wilayah Kepulauan Riau. Tetapi jika kita menilik kepada yang lebih besar untuk
kawasan Asia Tenggara, maka ianya terpusat di Semenanjung Malaya.
Kemudiannya
menurut orang Melayu, yang dimaksud orang Melayu bukanlah dilihat dari tempat
asalnya seseorang ataupun dari keturunan darahnya saja. Seseorang itu dapat
juga disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu dan mempunyai
adat-istiadat Melayu. Orang luar ataupun bangsa lain yang datang lama dan
bermukim di daerah ini dipandang sebagai orang Melayu apabila ia beragama
Islam, mempergunakan bahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu.
Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan
geopolitik terletak pada jalur yang sangat strategis baik pada masa kini maupun
pada masa yang akan datang karena terletak pada jalur perdagangan Regional dan
Internasional di kawasan ASEAN melalui kerjasama IMT-GT dan IMS-GT. Setelah
terjadi pemekaranan wilayah, Provinsi Riau yang dulunya terdiri dari 16
Kabupaten atau Kota
sekarang hanya tinggal 11 Kabupaten atau Kota setelah Provinsi Kepulauan Riau terhitung 1 Juli
2004 resmi menjadi provinsi ke 32 di Indonesia. Keberadaannya membentang dari
lereng Bukit Barisan sampai ke Laut Cina Selatan, terletak antara 1°15´ Lintang
Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara 100°03´-109°19´ Bujur Timur
Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur Barat Jakarta.
Provinsi Riau sebelum dimekarkan menjadi 2 (dua)
Provinsi mempunyai luas 235.306 Km2 atau 71,33 persen merupakan daerah lautan
dan hanya 94.561,61 Km2 atau 28,67 persen daerah daratan. Di daerah daratan terdapat
15 sungai diantaranya ada 4 sungai yang mempunyai arti penting sebagai sarana
perhubungan seperti:
1)
Sungai Siak (300 km) dengan kedalaman 8-12
m
2)
Sungai Rokan (400 km) dengan kedalaman 6-8
m
3)
Sungai Kampar (400 km) dengan kedalaman
sekitar 6 m
4)
Sungai Indragiri (500 km) dengan kedalaman
sekitar 6-8 m.
Keempat sungai yang membelah dari pegunungan daratan
tinggi Bukit Barisan bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu
dipengaruhi pasang surut laut.
Iklim dan Curah Hujan
Daerah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata
curah hujan berkisar antara 2000-3000 mm/tahun yang dipengaruhi oleh musim
kemarau serta musim hujan. Rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari. Menurut
catatan Statiun Metereologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru
menunjukkan optimum pada 27,6° Celcius dalam interval 23,4-33,4° Celcius.
Kejadian kabut tercatat terjadi sebanyak 39 kali dan selama Agustus rata-rata
mencapai 6 kali sebagai bulan terbanyak terjadinya kejadia
B.
LOKASI
Provinsi Riau
Daerah Provinsi Riau
yang terletak antara 105’ Lintang Selatan dengan 2025’ Lintang Utara dan 1000
dengan 105045’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan dengan provinsi Sumatera
Utara dan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah
timur berbatasan dengan Selat Malaka, Selat Singapura dan Laut Cina Selatan,
dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi
Sumatera Utara.
Provinsi Kepulauan Riau
Secara geografis provinsi Kepulauan
Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia dan Vietnam
yang memiliki luas wilayah 251.810,71km² dengan 96 persennya adalah perairan
dengan 1.350 pulau besar dan kecil telah menunjukkan kemajuan dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Ibu
kota provinsi Kepulauan Riau berkedudukan di Tanjung Pinang.
Batas-batas daerah Riau adalah:
1.
Sebelah
Utara: Selat Singapura dan Selat Malaka
2.
Sebelah
Selatan: Provinsi Jambi dan Selat Berhala
3.
Sebelah Timur: Laut Cina Selatan
4.
Sebelah Barat: Provinsi Sumatera Barat dan
Provinsi Sumatera Utara
C.
DEMOGRAFI
Yang dinamakan penduduk
asli didaerah ini adalah penduduk Suku Melayu. Disamping itu terdapat pula
suku-suku terbelakang yaitu Suku Sakai dan Suku Akit yang terdapat di Kabupaten
Bengkalis, Suku Talang Mamak di Indera giri Hulu, Suku Bonai di Kabupaten
Kampar dan Suku Orang Laut diKabupaten Kepulauan Riau.
Jumlah penduduk provinsi Riau
berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau tahun 2010 sebesar
5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak
adalah Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa, sedangkan
Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti yakni sebesar 176.371 jiwa.
Provinsi Kepulauan Riau
berjumlah 1.337.863 jiwa, dimana jumlah penduduk terbesar terkonsentrasi di
wilayah Kota Batam (49,03%), diikuti oleh Kab. Karimun (15,69%).
BAB III
ASAL MULA DAN SEJARAH SUKU MELAYU
Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan
Sriwijaya yang mula-mula sejak tahun 517 s/d 683 dibawah kekuasaan Melayu, dengan
meliputi daerah Sumatera tengah dan selatan. Sriwijaya-Sailendra bermula dari
penghabisan abad ke 7 dan berakhir pada penghujung abad ke 12. Kemaharajaan
Melayu yang dimulai dari - Kerajaan Bintan-Tumasik abad 12-13 M dan kemudian
memasuki periode Melayu Riau yaitu - zaman Melaka abad 14-15 m, - zaman
Johor-Kampar abad 16-17 m, - zaman Riau-Lingga abad 18-19 m.
Paramesywara atau Iskandar Syah dikenal dengan gelar Sri Tri Buana,
Maharaja Tiga Dunia (Bhuwana, Kw, Skt berarti dunia), seorang pangeran, keturunan
raja besar. Ia sangat berpandangan luas, cerdik cendikia, mempunyai gagasan
untuk menyatukan nusantara dan akhirnya beliaulah pula yang membukakan jalan
bagi perkembangan islam di seluruh nusantara. Paramesywara adalah keturunan
raja-raja Sriwijaya-Saildendra. Menurut M.Said (dalam bukunya Zelfbestuur
Landchappen) Raja Suran adalah keturunan Raja Sultan Iskandar Zulkarnain di
Hindustan yang melawat ke Melaka, beranak tidak orang laki-laki. Diantara
putranya adalah Sang Si Purba, kawin dengan Ratu Riau. Dari puteranya menjadi
turunan Raja Riau. Sang Si Purba sendiri pergi ke Bukit Sigantung Mahameru
(Palembang) menjadi Raja dan kawin disana. Ia melawat ke Minangkabau dan
menjadi Raja Pagarruyung. Memencar keturunannya menjadi Raja-Raja Aceh dan Siak
Sri Indrapura.
Menurut Sejarah Melayu tiga bersaudara dari Bukit Siguntang menjadi raja di
Minangkabau, Tanjung Pura (Kalimantan Barat) dan yang ketiga memerintah di
Palembang..Yang menjadi Raja di Palembang adalah Sang Nila Utama. Sang Nila
Utama inilah yang menjadi Raja di Bintan dan Kemudian Singapura.
Dalam hikayat Hang Tuah yang terkenal, ada disebutkan, raja di “Keindraan”
bernama Sang Pertala Dewa. Adapula tersebut seorang raja. Istri baginda hamil
dan beranak seorang perempuan yang diberi nama Puteri Kemala Ratna Pelinggam.
Setelah dewasa diasingkan ke sebuah pulau bernama : Biram Dewa.. Sang
Pertala Dewa berburu di pulau Biram Dewa tersebut. Akhirnya kawin dengan Putri
Kemala Ratna PeLinggam. Lalu lahir anaknya yang dinamai Sang Purba. Setelah itu
mereka naik “keindraan”. Kemudian turun ke Bukit Sigintang Mahameru. Sang purba
dirajakan di bukit siguntang. Sang Purba kawin dengan puteri yang berasal dari
muntah seekor lembu yang berdiri ditepi kolam dimana sang puteri sedang mandi.
Lahir seorang putra dinamai Sang Maniaka dan kemudian lahir pula putera yang
kedua Sang Jaya Mantaka, yang ketiga Sang Saniaka dan yang keempat Sang
Satiaka. Sang Maniaka dirajakan di Bintan dan singapura.
a.
Zaman Bintan –
Temasek Dalam catatan sejarah, Kerajaan Riau-Bintan dimulai dari Raja
Asyar-Aya (1100-1150 m) Dan Ratu Wan Sri Beni (1150-1158M). Ratu kemudian
digantikan oleh menantunya Sang Nila Utama, yang mendirikan Kerajaan Singapura
dan memindahkan Kerajaan dari Bintan ke Singapura. Menurut para ahli sejarah,
Sang Nila Utama dari Bintan menemukan Singapura pada tahun 1294 M. kemudian
diberi gelar Tri Buana dan mengubah nama Temasek menjadi Singapura.
b.
Zaman
Melaka Raja-raja Melayu diMelaka berasal dari singapura
(temasek) menurut sejarah Melayu karangan Tun Seri Lanang (1612 M), raja Melayu
yang terakhir disingapura (Tumasik) adalah Raja Iskandar Syah yang membuka
negeri Melaka.
Dalam buku-buku sejarah karangan
pelawat-pelawat cina nama raja Melayu Melaka yang pertama itu ialah Pa-Li-Su-La
dan Pai-li-mi-sul-la, dari sumber Portugis yang menyebutkan Paramesywara dengan
sebutan Paramicura dan Permicuri. Ahli sejarah mengambil kesimpulan bahwa raja
Melayu Melaka (Raja Singapura yang terakhir) adalah Permaisura (sebelum memeluk
agama islam) kemudian raja itu menjadi Raja Melaka dengan memakai gelar
Permaisuri Iskandar Syah (1394-1414 M). Keturunan raja ini yang memerintah di
Melaka ialah : - Megat iskandar syah (1414-1424 M) - Sultan Muhammad Syah
(1424-1444 M) - Sultan Abu Syahid (1445-1446 M) - Sultan Muazaffar Syah
(1446-1456 M) - Sultan Mansyur Syah (1456-1477 M) - Sultan Alauddin Riayat Syah
(1477-1488 M) - Sultan Mahmud Syah I (1488-1511 M).
Selama abad 15 sampai permulaan abad ke 16
di antara Kerajaan-Kerajaan Melayu yang ada, hanya Kerajaan Melaka yang
mencapai puncak kejayaan. Sebuah laporan portugis pada permulaan abad ke 16
telah menggambarkan Kerajaan Melaka. Pada masa itu dinyatakan bahwa kota Melaka
adalah Bandar perdagangan yang terkaya dan mempunyai bahan-bahan perdagangan
yang termahal, armada yang terbesar dan lalu lintas yang teramai di dunia.
Melaka menjadi kota perdagangan yang terbesar didatangi pedagang-pedagang dari
pulau-pulau nusantara dan dari benua asia lainyya seperti dari India, Arab,
Parsi, Cina, Burma (Pegucampa, Kamboja dan lain-lain). Dalam tahun 1509 mulai
pula berdatangan pedagang-pedagang dari eropa Melaka sebagai pusat imperium
Melayu dan menjadi Bandar perdagangan yang ramai juga merupakan pusat
penyebaran agama islam ke seluruh nusantara dan Asia Tenggara. Sultan Melaka
Sultan Mansyur Syag Akbar yang memerintah pada tahun 1456-1477 M) telah
berhasil mengantarkan Melaka ke puncak kebesaran sejarah Melayu dan beliau
dapat mempersatukan Kerajaan-Kerajaan Melayu dalam imperium Melayu. Pada masa
Sultan Mansyur inilah terkenalnya sembilan pemuda yang gagah berani sebagai
hulubalang Kerajaan seperti : Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang
Lekiu, Hang Lekir, Hang ali, Hang Iskandar, Hang Hasan, dan Hang Hussin. Diantara
kesembilannya Hang Tuahlah yang paling berani dan bijaksana sehingga Sultan
mengangkatnya menjadi Laksmana. Pengganti Sultan Mansyur Syah ialah putranya
Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1588 H). Raja ini diracuni oleh Raja Kampar
dan Raja Indragiri yang ditawan di Melaka. Sewaktu beliau hendak berangkat ke
Melaka. Sultan Alauddin berputrakan Raja Menawar Syah, Raja Kampar dan Raja
Muhammad yang kemudian bergelar Sultan Mahmud Syah Raja Melaka. Sultan mahmud
beristrikan putri sultan raja pahang. Yang menurunkan tiga orang anak. Yang
tertua adalah laki-laki diberi nama Raja Ahmad, yang kedua dan ketiga adalah
perempuan. Sultan mahmud berguru pada Maulana Yusuf, sultan munawar syah raja
Kampar wafatm digantikan oleh anaknya yang bernama Raja Abdullah yang di
nobatkan oleh Sultan Mahmud di Melaka dan diambil menjadi menantunya. Setelah
dinobatkan di Melaka beliau kembali ke Kampar.
Sebelum pusat Kerajaan imperium Melayu di
pindahkan ke Johor, Sultan Mahmud Syah I telah mendirikan pusat pemerintahan di
Kampar terletak ditepi Sungai Kampar. Tempat ini dijadikan sebagai pusat
imperium Melayu dan basis perjuangan terakhir untuk melawan portugis.
Sultan Mahmud Syah I ini sangat pemberani
dalam menghadapi Portugis. Tapi sayang Melaka tetap berhasil di rebut Portugis.
Pada tanggal 15 agustus 1511 terjadilah peperangan yang hebat di antara pejuang
Melaka dengan angkatan portugis yang di pimpin oleh Affonso d’albuquerqe.Melaka
berhasil dikalahkan.
Sultan dan pengikut-pengikutnya akhirnya
melarikan diri ke hulu sungai Muar, dan membuat Kerajaan Pagoh. Dalam bulan
oktober 1511, Raja Abdullah (Sultan Kampar) mengadakan hubungan dengan affonso
d’ Albuquerque dan pergi ke Melaka. Kemudian kembali lagi ke Kampar.
Affonso d’ Albuquerque merasa kalau Pagoh
dan Bentayan (Kuala Muar) akan menjadi ancaman bagi mereka. Takut akan hal ini,
affonso langsung mengerahkan pasukannya yang terdiri dari 400 orang lascar
portugis, 600 orang jawa, dan 300 orang pegu (Burma) untuk menyerang Bentayan
dan Pagoh.
Akhirnya Sultan Mahmud Syah I dan
pengikutnya meninggalkan Pagoh dan berpindah ke Pahang melalui Lubuk Batu dan
Panarikan. Bulan Juli 1512 angkatan perang Sultan Mahmud Syah I di bawah
pimpinan Laksmana Hang Nadim menyerang orang-orang Portugis di Melaka.
Januari 1513 Sultan Mahmud Syah I dan para
pengikutnya pindah ke Bintan, tepatnya di Kopak. Beliau menetap disini sampai
tahun 1519. dari basis ini Sultan Mahmud beberapa kali menyerang Melaka dan
mengadakan blockade di Kuala Muar sehingga Melaka kekuarangan makanan.
Tahun 1521 Joerge d’ Albuquerque, panglima
perang Portugis di Melaka menyerang bintan dengan membawa 18 buah kapal dan 600
orang prajurit.
Tahun 1523 dibawah pimpinan Don Sancho
Enriquez, portugis kembali menyerang Bintan. Namun dibawah komando Hang Nadim,
Laskar Kerajaan Bintan mampu memberikan perlawanan yang sengit kepada Portugis.
Tidak sedikit tentara Portugis yang mati dalam pertempuran ini dan juga
kerugian materi yang tidak sedikit.
Tahun 1526 portugis menghancurkan bandara
Bengkalis, yang kemudian portugis kembali mengadakan penyerangan kepada Bintan
dibawah pimpinan Pedro Maskarenhaas. Kali ini Portugis mendatangkan angkatan
perang dari Goa (India) yang terdiri dari 25 buah kapal-kapal besar, 550 orang
prajurit portugis dan 600 orang prajurit Melayu yang telah berhasil mereka
bujuk untuk ikut dalam barisan mereka. Disaat itu pula Sultan Mahmud sudah bisa
membaca keadaan bahwa Portugis akan kembali menyerang mereka. Dengan segera
Sultan Mahmud langsung mengatur pertahanan yang kokoh di Kota Kara dan Kopak.
Pertempuran hebat pun terjadi di Kota Kara, Laskar-laskar Melayu banyak yang
berguguran, sedangkan Hang Nadim terluka, keadaan pun semakin tidak seimbang,
akhirnya Bintan pun berhasil ditakhlukkan Portugis.
Dalam catatan Sejarah Melayu, Sultan
Mahmud Syah I adalah yang kedelapan dan juga merupakan Raja yang terakhir dari
Kerajaan Melaka (1488-1511). Dan juga beliau merupakan Raja Pertama Kerajaan
Johor yang memerintah Johor dari tahun 1511 sampai dengan tahun 1528. Beliau
adalah putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah dengan Istrinya Saudara Bendahara
Pemuka Raja Tun Perak yang bernama Raja Mahmud. Pada masa Sultan Mahmud Syah I
ini, Sultan Munawar, saudara seayahnya yang menjadi Raja di Kampar telah
mangkat. Yang digantikan oleh putra Sultan Munawar bernama Raja Abdullah.
Setelah Raja Abdullah di nobatkan menjadi Raja Kampar, Sultan Mahmud Syah I
langsung mengangkatnya menjadi menantu yang dikawinkan dengan putrinya Putri
Mah. Laksemana Hang Tuah juga meninggal pada masa Sultan Mahmud Syah I ini.
Menurut sejarah Melayu, hang tuah di makamkan di Tanjung Keling Melaka.
c.
Zaman Johor. Setelah Melaka di kalahkan portugis, putra Sultan Mahmud Syah I,
Sultan Ahmad Syah yang merupakan Raja Bintan di Riau, membuka Negeri Johor.
Namun gagal. Akhirnya Sultan Mahmud Syah I wafat pada Tahun 1528 dan di beri
gelar kemangkatan dengan gelar Marhum Kampar. Kedudukannya digantikan oleh
putranya Alauddin Riayat Syah II. Tapi sayang Sultan Alauddin membuat kesalahan
fatal. Dia memindahkan imperium Melayu dari Pekantua yang terletak di Sungai
Kampar Riau Sumatera yang telah terjaga rapi, kuat dan tangguh ke bagian Johor
Lama dan di beri nama Pekan Tua juga. Rancangan ayahnya yang kokoh dengan
maksud supaya tetap menjaga hubungan dalam imperium Melayu jadi hancur. Pada
waktu itu Kampar tidak lagi diurus Raja sendiri, melainkan diserahkan
kepengurusannya kepada Adipati Kampar (Selaku Gubernur). Bahkan dikatakan dari
sumber sejarah lain Sultan Alauddin Riayat Syah II ini malah mau berdamai
dengan portugis dan sama-sama menghantam Aceh. Abangnya yang bernama Raja Muda
Muzaffar Syah diusirnya atas desakan bendahara. Raja Muda Muzaffar Syah
sekeluarga akhirnya pergi membawa nasib hingga ke Siam (Thailand). Kemudian
dibawa rakyat di Kelang ke Perak dan dirajakan disana selaku Sultan Perak dan
Selangor.
September 1537, Aceh mengadakan
penyerangan kepada Melaka yang telah berada di tangan Portugis. Dengan kekuatan
300 orang prajurit, Aceh mendaratkan dan berperang diMelaka selama 3 hari. Aceh
juga menyerang Haru. Sultan Alauddin Riayat Syah II tiba-tiba menyerang armada
Aceh (Deli) dalam pada tahun 1540. ia merebut haru masuk dalam lingkungan
Melayu. Hal ini merupakan dendam aceh dengan imperium Melayu sampai abad ke 18.
dan tentu saja hal ini sangat menguntungkan bagi Portugis. Aceh kemudian
membalas serangan itu pada tahun 1564 ke Haru, dan berhasil mendudukinya.
Armada aceh terus aju menduduki Johor-Lama dan Sultan Alauddin Riayat Syah II
berhasil di tawan dan dibawa ke Aceh.
Setelah itu berturut-turut menjadi raja
Johor: Sultan Nuzaffar Syah 1564-1570 Sultan Abdul Jalil Syah 1570-1571 Sultan
Ali Jalla Abdul Jalil Syah II 1571-1597 Sultan Alauddin Riayat Syah III
1597-1615 Sultan Abdul Muayat Syah 1615-1623 Sultan Abdul Jalil Syah III
1623-1677
Pada masa Sultan Muzzafar Syah, lahirlah
seorang Pujangga Melayu (1565) putra dari Tun Ahmad Paduka Raja yang terkenal
dengan nama Tun Seri Lanang. Tun Sri Lanang merupakan penulis terbanyak tentang
sejarah Melayu. Tulisannya menjadi sumber-sumber sejarah Melayu dewasa ini.
Beliau pernah tinggal di aceh sambil menyusun dan menyempurnakan karyanya yang
terbesar.yakni Tentang Sejarah Melayu. Dan berkenaan dengan penulis-penulis dan
ulama yang termasyur seperti Syekh Nuruddin ar Raniri, Tun Aceh, Tun Burhat,
Hamzah Fansuri, Syeikh Syamsuddin Sumatrani, dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil
Syah III. Johor mengadakan hubungan persahabatan dengan belanda. Dengan
kekuatan yang berserikat, Johor berhasil merebut Melaka dari tangan Portugis
pada tanggal 14 januari 1647.
Tahun 1673 Batu Sawar diserang Jambi
sehingga Sultan mundur ke Pahang. Dan mangkat pada Tahun 1677. kedudukannya
digantikan oleh Sultan Ibrahim Syah yang memerintah dari tahun 1677 sampai
dengan tahun 1685.
Pada masa Sultan Ibrahim Syah memerintah,
beliau memindahkan pusat Kerajaannya ke Bintan pada tahun 1678 tepatnya di
Sungai Carang. Dari sini beliau menyusun kekuatan menyerang Jambi. Negeri itu
menjadi “Bandar Riuh” yang pada akhirnya terkenal dengan nama RIAU. Masa
pemerintahan Sultan Ibrahim Syah berakhir pada tahun 1685. Tetapi saya belum
mengetahui secara pasti penyebab berakhirnya masa beliau memerintah, Karena
saya sedang mencari data tentang Sultan Ibrahim Syah ini. Tapi sangat besar
kemungkinan bahwa beliau berhenti memerintah dikarenakan wafat.
Saat beliau wafat belum ada yang bisa
menggantikan kedudukannya sebagai raja. Hal ini disebabkan karena cikal bakal
pewaris tahta beliau, yakni putranya yang bernama Raja Mahmud masih kecil. Maka
pemerintahan Kerajaan pada waktu itu dipegang oleh Datuk Seri Maharaja atau
disebut juga Bendahara Paduka Raja Tun Habib. Pada masa ini diadakan perjanjian
dagang dengan Belanda. Setelah Raja Mahmud dewasa, barulah Raja Mahmud
dinobatkan menjadi Sultan dengan gelar Sultan Mahmud Syah II. Beliau memerintah
dari tahun 1677 sampai dengan tahun 1699. Meninggal pada usia 42 tahun setelah
di bunuh Laksemana Megat Sri Rama. Sultan Mahmud Syah II meninggal ketika
sedang berangkat untuk menunaikan shalat Jum’at. Beliau pergi shalat jum’at
dengan di julang oleh pengawalnya. Dijulang dalam bahasa Melayu berarti di
dudukkan di atas tengkuk. Di tengah perjalanan Sultan Mahmud Syah II dibunuh
oleh Megat Sri Rama. Tapi menurut keterangan Raja Ali Haji, Laksemana Megat Sri
Rama juga mati disebabkan oleh sikin nya Sultan sesuai dengan keterangannya
yang tertulis dalam Tuhfatu’n Nafis : “maka adalah ketika baginda itu
diatas julang hendak pergi Shalat Jum’at, lalu diparangnya hulu hati baginda
hingga mangkat, dan Megat (Sri Rama) itupun mati juga karena dilontar oleh
baginda dengan sikinnya¹” Dengan berita kematian Sultan yang telah sampai
keistana membuat Istri Sultan Mahmud Syah II, Encik Pong yang sedang hamil tua
diselamatkan oleh Nahkoda Malim, salah satu hulubalangnya yang setia. Encik
Pong di larikan kedalam hutan dengan beberapa orang pengawalnya.
Sejak itu putuslah zuriat keturunan
Raja-Raja Melaka di Johor. Dan bertukar alih ke tangan Raja-Raja keturunan dari
Bendahara.
Setelah Encik Pong melahirkan seorang anak
lelaki yang diberi nama Raja Kecil, Encik Pong dibawa keluar Johor dan dibawa
ke Jambi. Kemudian dilarikan lagi ke Indragiri, hingga akhirnya sampai ke
Pagarruyung. Dipagarruyung Encik Pong dan Raja Kecil mendapatkan Suaka Politik.
Bahkan Raja Kecil dianggap sebagai anak angkat istana oleh Kerajaan
pagarruyung. Encik Pong pun wafat di pagarruyung. Raja Kecil kemudian
betul-betul dididik oleh keluarga Istana Pagaruyyung. Mulai dari ilmu agama,
ilmu pemerintahan, ilmu silat dan sebagainya. Raja Kecil tumbuh menjadi remaja.
Sampai akhirnya Keluarga Kerajaan Pagarruyung menceritakan asal usul dirinya.
Setelah mengetahui, maka Raja Kecil ingin menuntut balas atas kejadian yang
menimpa keluarganya. Pada saat itu ia telah di bekali dukungan dari
Pagarruyung.
Dalam satu Riwayat sejarah Melayu lain
dikatakan mengenai Raja Kecil ini. Raja Beraleh (Tun Bujang) seorang anak raja
yang datang dari Minangkabau telah menghambakan diri kepada Sultan Lembayung
(seorang Raja dari hulu palembang sebagai pembawa tempat sirih sultan. Kemudian
setelah membawa Raja Jambi dalam suatu peperangan, Raja Beraleh kembali ke
Minangkabau. Oleh keluarga Raja Pagarruyung, nama Raja Beraleh ditukar menjadi
Raja Kecil. Namun cerita ini tidak popular di Riau.
Pengganti Sultan Mahmud Syah II diangkat
Bendahara Paduka sebagai Sultan dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV
(1619-1718). Adindanya Tun Mahmud diangkat menjadi Yam Tuan Muda (Raja Muda)/
sejak itu anak-anaknya dipanggil Tengku. Rakyat berontak. Sultan Abdul Jalil
Riayat Syah IV pindah ke Riau pada tahun 1709 dan minta bantuan VOC Belanda
tahun 1713. kemudian ia disingkirkan oleh Raja Kecil yang telah diberi gelar
Yang Dipertuan Cantik pada tanggal 21 Maret 1717. ia naik tahta dengan gelar
Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah (1718-1722).
d.
Riau-Lingga Inggris dan Belanda membuat perjanjian (amiens 1802) bahwa jajahan
Belanda di Indonesia harus dipulangkan oleh Inggris. Hal ini diperteguh lagi
setelah kalahnya Napoleon (Konferensi London). Sir Stanford Raffles wakil
gubernur Inggris dari India memperlambat kengembalian ini.
Ditahun 1818, Inggris mengembalikan Melaka
kepada Belanda. Tengku Long ditabalkan menjadi Sultan Riau-Johor tanggal 6
Februari 1819. dengan acara adapt disaksikan oleh Raffles dan Mayor Farquhar.
Dengan peristiwa ini terpecahlan Imperium Riau Johor menjadi dua yaitu Kerajaan
Johor Singapura di bawah pimpinan Tengku Husin (T.Long) tahun 1824, Singapura
jadi Crown Colony Inggris. Dan Kerajaan Riau dibawah Sultan Tengku Abdul Rahman
Muazzamsyah II yang didukung oleh Belanda. Namun akhirnya pada tanggal 3
Februari 1911 Kesultanan Riau dihapuskan Pemerintahan langsung ditangan
Gubernur Hindia Belanda diwakili oleh seorang residen yang berkedudukan di
Tanjung Pinang sampai awal masuknya Jepang.
Dalam Bataviaasche Novelles lebih lanjut
diberitakan dari Jambi tertanggal 28 Maret 1711 bahwa seorang Minangkabau atau
dari Pealaman, menyebut dirinya sebagai Raja Ibrahim, memperkenalkan diri
sebagai keturunan Yang Dipertuan yang terkenal dengan pengikut enam atau tujuh
orang, telah sampai dihulu Jambi, membawa lempengan perak dengan tulisan,
persahabatan dengan Pangeran Pringga Raja serta saudaranya Kyai Gedee, Sultan
Jambi. Sangatlah mungkin ap yang disebut Yang Dipertuan disitu adalah Raja
Kecil. Menurut cerita sederhana dari orang-orang bumi putera, bahwa Raja Kecil
mengunjungi bajak laut Bugis di sekitar Bangka, untuk meminta bantuan menyerang
Johor dan hal itu kelihatannya lebih sesuai dengan umumnya. Jika dalam Tahun
1648 sweaktu ia mengunjungi Jambi ia berumur 20 tahun, maka sewaktu merebut
Johor dalam tahun 1717, umurnya telah mencapai umur 53 tahun, dan dalam tahun
1745 ia telah berumur 81 tahun (ia wafat tahun berikutnya), barulah sesuai jika
ia dikatakan “telah berusia sangat lanjut”.
Kebenaran masalah ini tetap menimbulkan
keraguan, tetapi perlu mendapat perhatian, bahwa pemerintah Melaka dalam tahun
1745, jadi 25 tahun setelah terjadi berbagai peristiwa, menurut pelukis Melayu
adalah Raja Kecil, bukanlah Raja Sulaiman yang menjadi Raja Melayu. Orang-orang
bugis dibawah pimpinan tiga bersaudara, Daeng Marewah atau Kelana Jaya Putera,
Daeng Perani dan Daeng Pali atau Daeng Celak, dalam tahun 1134 (bersamaan 22
oktober 1721) membantu Raja Sulaiman menaiki tahta Johor, Riau dan Pahang.
Pusat Kerajaan waktu itu berada di Riau, sebelah kedalam teluk.
Pemimpin-pemimpin bugis tersebut mendapat imbalas atas jasa-jasanya, mungkin
karena sultan merasa terima kasih atau oleh karena takut. Daeng Marewah, atau
Kelana Jaya Putera menjadi Raja Muda dari Kerajaan Johor dengan gelar Sultan
Alau’ddin Syah, sedangkan Daeng Manompo, juga seorang yang terkemuka di antara
bajak laut bugis itu, diangkat dengan Raja Tuwah dengan gelar Sultan Ibrahim,
ia merupakan raja kedua setelah Raja Muda.
Keterikatan Istana Johor dengan Bugis
semakin erat setelah diadakannya perkawinan-perkawinan silang yang berlangsung.
Daeng Marewah dikawinkan dengan Encik Ayu, janda Sultan Mahmud, tetapi tidak
pernah hidup rukun akibat pengaruh masa remajanya. Daeng Manompo mengambil
istri Tun Tepati, saudara ibu Sultan Sulaiman. Daeng Sasuru dan Daeng Mengato
kawin dengan saudara sepupu sultan, dan orang-orang bugis yang kurang terkemuka
kawin dengan putrid-putri pejabat-pejabat dan kepala-kepala orang Melayu.
BAB IV
BAHASA MELAYU
Bahasa
yang dipakai adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga yang
menggunakanbahasa Melayu. Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup
panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
Indonesia terlepas diakui atau tidaknya status
itu. Maka tentu para pendatang, wisatawan yang datang ke bumi lancang kuning
akan mencari budaya tersebut, budaya melayu, berarti mereka mencari bahasa.
Bahasa yang umum digunakan di Riau.
Jika berkaca dari "pusat budaya melayu" sudah barang tentu jawabannya
adalah benar. Tapi mari kita lihat rincian peta penggunaan bahasa-bahasa di
Riau.
Kota Pekanbaru tak ubahnya Jakarta yang heterogen.
Bisa dikatakan pula bahwa tidak ada bahasa daerah tertentu mendominasi kota. Tidak
terlalu banyak orang menggunakan bahasa melayu. Malahan lebih banyak orang
berbahasa ocu.
Mengenai Bahasa ocu, belum ada riset resmi
darimanakah asal bahasa ocu ini. Apakah lebih dekat dengan bahasa Melayu
kerajaan Riau-Lingga atau bahasa Minangkabau. Jika anda bertanya ke beberapa
orang ocu, maka anda akan menemukan pengakuan beragam. Ada yang mengaku ocu itu
bahasa melayu tapi yang lain berkata ocu lebih dekat ke bahasa minangkabau,
Bahasa kerajaan Pagaruyung.
Bisa diambil kesimpulan bahasa ocu lah yang
berkuasa di ibukota provinsi Riau ini. Bisa dilihat dari posisi kota sendiri,
diselubungi oleh Kabupaten Kampar, rumahnya orang ocu. Tapi jika anda pergi ke
pasar-pasar tradisional jangan harap ada bahasa melayu disana, karena bahasa
pasar di Pekanbaru adalah bahasa minang
Kampar. Hampir 90 persen orang-orang kabupaten Kampar
menggunakan bahasa ocu.
Rohul Daerah ini memiliki bahasa yang tak
jauh beda dengan bahasa ocu dan minang. Bahasa umum digunakan kabupaten ini
disebut juga bahasa Pasir (Pasir Pengaraian).
Rohil. Inilah daerah yang kuat bahasa melayunya karena betul-betul berada di pantai timur Sumatera. Namun etnis Batak dan Tiong Hoa juga tidak sedikit di-daerah-ini.
Kuansing. Bahasa disini apa yang banyak orang bilang bahasa Taluk atau bahasa Taluk
Kuantan. Bahasa Taluk nyaris sama dengan bahasa Ocu hanya berbeda di beberapa
suku kata. Namun bahasa taluk juga dekat dengan bahasa minang karena memang
daerah ini dekat dengan wialayah minangkabau, Sumatra Barat. Lihat persamaan
mitologi antara ketiga bahasa dibandingkan.
Siak, Meranti, Bengkalis, Pelalawan, Indragiri
Hulu dan Hilir
Jelas sekali daerah-daerah diatas didominasi oleh bahasa melayu. Ada empat kerajaan yang pernah berdiri disini: Siak, Indragiri, dan Pelalawan tentu semuanya itu tidak lepas dari pengaruh Riau-Lingga.
Jelas sekali daerah-daerah diatas didominasi oleh bahasa melayu. Ada empat kerajaan yang pernah berdiri disini: Siak, Indragiri, dan Pelalawan tentu semuanya itu tidak lepas dari pengaruh Riau-Lingga.
Walaupun dikuasai satu bahasa, Melayu, tapi untuk
dialek setiap daerah berbeda-beda. Namun bahasa-bahasa lainnya seperti banjar,
bugis, jawa juga tidak kecil jumlahnya di daerah-daerah tersebut. Selain itu
bahasa etnis Tiong Hoa juga cukup besar jumlahnya terutama di daerah-daerah
tepi sungai dan pesisir pantai timur Sumatera seperti Inhil, Bengkalis dan
Meranti.
MEMPRAKTEKKAN BAHASA MELAYU RIAU
Mempraktekkan bahasa melayu dalam kehidupan
sehari-hari, apalagi kita sebagai orang yang bertempat inggal dibumi melayu
khususnya pekanbaru ini sangat penting, karena, Salah satu dampak yang
terjadi dari hal yang telah dijelaskan diatas adalah kemunduran yang sangat
pesat atas pengembangan kebudayaan Melayu, Sulit mempertahankan apa yang
seharusnya menjadi tolak ukur dengan kebudayaan lain. Untuk itu tidakkah lebih
baik kita dapat mentelaah lebih lanjut .
Provinsi Riau terdiri dari enam kabupaten dan dua
kotamadya, yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten
Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Riau, Kotamadya Pekanbaru, dan
Kotamadya Batam. Berdasarkan keadaan alamnya, provinsi ini dibagi menjadi dua
bagian, yaitu Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Riau Daratan meliputi Kabupaten
Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri
Hilir, dan Kotamadya Pekanbaru, sedangkan Riau Kepulauan meliputi gugusan
pulau-pulau yang menyebar sampai ke perbatasan perairan Malaysia di Laut Cina
Selatan dan perbatasan Kalimantan Barat.
Daerah seluas itu didiami oleh berbagai subdialek
Melayu, yang seperti sudah dijelaskan dapat dibagi menjadi dua subdialek, yaitu
subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan. Subdialek Daratan mempunyai
ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Minangkabau, sedang
subdialek Kepulauan mempunyai ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa
Melayu Malaysia. Di samping berbagai ciri khas lain, kedua subdialek ini
ditandai dengan kata-kata yang dalam bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang
berakhir dengan vokal /a/; pada subdialek Daratan diucapkan dengan vokal /o/,
sedang pada subdialek Kepulauan diucapkan /?/ (Hasan, 1976: 50). Beberapa
contohnya antara lain adalah :
Bahasa Indonesia : Riau Daratan : Riau Kepulauan
bila bilo bile
tiga tigo tige
kata kato kate
Jadi, kesan pertama bila berhadapan dengan dialek
Melayu Riau (Kepulauan) adalah tingginya frekuensi kemunculan vokal /e/ pada
kata-kata bersuku terbuka dan tiadanya vokal yang sama pada suku yang tertutup
konsonan, seperti bahasa Indonesia dialek Jawa. Vokal yang lain juga memiliki
distribusi yang khas, yang akan penulis perlihatkan pada bagian belakang.
Kelompok konsonan yang paling mengesankan ialah konsonan getar uvular /R/ yang
berbeda dengan getar ujung lidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
Seperti umumnya yang terjadi pada bahasa lisan,
dalam dialek ini banyak kata yang muncul dalam bentuk singkat seperti lah untuk
sudah atau telah, na‘ untuk hendak, ta‘ untuk tidak. Bahkan, kata ta‘
yang dalam bahasa Indonesia hanya muncul dalam bentuk terikat, dalam dialek ini
dapat berdiri sendiri sebagai kalimat minim.
+ Na‘ makan ta? / ‘Mau makan tidak?‘
- Ta‘/ ‘Tidak‘
Dalam bidang morfologi, awalan per- dan akhiran
-i jarang sekali muncul. Untuk melalui misalnya dipakai lalu dekat (masjid) dan
untuk mempertinggi dipakai membuat tinggi atau meninggikan, sedangkan dalam
bidang sintaksis, kesan yang penulis peroleh ialah jarang muncul kata-kata
tugas seperti terhadap atau akan, dengan, dan oleh.
Dalam bidang kosakata, tidak terlihat adanya
perbedaan yang mencolok, namun juga dapat dicatat beberapa kata khas yang tidak
biasa dipergunakan dalam bahasa Indonesia modern. Untuk mempersilakan tamu-tamu
minum atau makan dipergunakan kata jemput, ‘silakan ambil‘, untuk tetangga
digunakan rumah sebelah, kata patek ‘patik‘ digunakan bila orang ingin
merendahkan diri, dan untuk panggilan guru dipakai cek gu.
Dalam bertutur dan berkata,banyak dijumpai
nasihat, karena kata sangat berpengaruh dalam pergaulan, “Bahasa menunjukkan
Bangsa.” Kata Bangsa disini berarti orang berderajat atau orang baik-baik.
Orang-orang yang menggunakan kata yang tidak senonoh, dia tentu orang yang
tidak berbangsa dan derajatnya rendah.
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, maka
ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata-katanya, seperti ungkapan :
Hidup sekandang sehalaman
Tidak boleh tengking-menengking
Tidak boleh tindih-menindih
Tidak boleh dendam kesumat
Pantang membuka aib orang
Pantang merobek baju dibadan
Pantang menepuk air didulang
Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa
Pedas lada hingga ke mulut
Pedas kata menjemput maut
Bisa ular pada taringnya
Bisa lebat pada sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padanya
Oleh karena itu, kata dan ungkapan memegang penting dalam pergaulan,maka selalu diberikan tuntunanagar kerukunan tetap terpelihara.
BAB V
SISTEM TEKNOLOGI
Sejak zaman bahari masyarakat Melayu Riau sudah
memiliki bermacam cara untuk memenuhi keperluan hidup. Artinya sejak masa
lampau masyarakat Melayu Riau telah menguasai teknologi. Teknologi ini
diklasifikasi menjadi teknologi pertanian, pernikahan, peternakan, pertukangan,
perkapalan, pertambangan, dan pengolahan bahan makanan. Sistem teknologi yang
dikuasai orang melayu menunjukkan bahwa orang Melayu kreatif dan peka dalam
memfungsikan lingkungan dan sumber daya alam di sekitarnya. Orang Melayu juga
tidak tertutup terhadap perubahan teknologi yang menguntungkan dan
menyelamatkan mereka.
Teknologi pada hakekatnya adalah cara mengerjakan
suatu hal (Masher, 1970:127), yaitu cara yang dipakai manusia untuk beberapa
kegiatan dalam kehidupannya. Teknologi terutama terlihat dalam pendayagunaan
potensi sumber daya yang ada di sekitar manusia. Oleh karena itu, teknologi
merupakan satu diantara sekian banyak hasil budaya manusia dan merupakan cermin
daya kreatif dalam memanfaatkan lingkungannya untuk mencapai kesejahteraan
hidup.
Pada dasarnya keluarga masyarakat Melayu sejak zaman
bahari telah melakukan beragam cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Masyarakat Melayu juga memiliki dan menguasai bermacam-macam teknologi, mulai
dari teknologi yang menghasilkan makanan dan tumbuh-tumbuhan (yang kemudian
menjadi pertanian), berburu (yang berkembang menjadi usaha peternakan),
menangkap ikan (yang berkembang menjadi usaha perikanan dengan berbagai
teknologi penangkapan yang dipakai), serta cara mengangkut hasil-hasil usaha
yang disebutkan diatas.
Teknologi yang dikuasai masyarakat Melayu Riau antara
lain membuat rumah dan atapnya yang terbuat dari daun-daunan, maupun membuat
sejenis keranjang untuk mengangkut hasil pertanian yang bentuk dan jenisnya
beragam. Masyarakat Melayu juga menguasai cara membuat perkakas yang dipakai
sehari-hari. Cara ini masih ada dan berlanjut sampai sekarang.
Terdapat anggapan bahwa beberapa peralatan dan mata
pencaharian khas yang masih ditemukan dalam masyarakat Melayu Riau sekarang ini
berasal dari masyarakat Melayu bahari. Bukti lain menunjukkan bahwa ditinjau
dari segi mata pencahariannya, suatu keluarga Melayu bahari jarang sekali
bergantung pada satu mata pencaharian , sehingga mereka tidak bergantung pada
satu jenis teknologi. Keragaman mata pencaharian masyarakat Melayu dibagian
daratan Sumatera ( Riau Daratan) dapat dijadikan dasar untuk menelusuri
keragaman teknologi yang ada dalam masyarakat. Setiap jenis mata pencaharian
biasanya mempunyai beberapa cara dan alat. Alat dan cara penggunannya akan
menampakkan teknologinya.
Peralatan dan cara penggunaannya dipengaruhi oleh
lingkungan dan sumberdaya yang akan di olah, sehingga lahir berbagai teknologi.
Walaupun teknologi itu menghasilkan hal yang sama atau mempunyai fungsi yang
sama, tapi teknologi tetap berbeda. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
masyarakat Melayu mampu secara aktif menghasilkan berbagai teknologi dan
sekaligus mengembangkannya sesuai dengan fungsi dan pengaruh lingkungan tempat
digunakannya teknologi tersebut. Masyarakat Melayu tidak canggung dengan
perubahan teknologi, asal teknologi tersebut lebih menguntungkan dan mudah
diterapkan , seperti teknologi dalam pertanian.
ALAT-ALAT PERTANIAN
Pada dasarnya pertanian didaerah ini adalah pertanian dengan
sistem ladang. Disamping itu ada pula usaha perkebunan karet rakyat. Alat-alat
yang digunakan untuk perladangan ini sangatlah sederhananya, terdiri dari :
beliung, parang panjang, parang pendek atau candung, tuai atau ani-ani, bakul,
lesung, dan antan (alu), dan nyiru (tampah).
Pertanian dengan sistem ladang ini, cara pengolahan
tanahnya sangat sederhana, tidak memerlukan cangkol atau pacul. Hutan yang
dianggap subur, ditebang dengan menggunakan beliung dan parang. Pohon yang
besar-besar ditebang dan setelah rebah lantas ditutuh, yaitu dahan-dahannya
dipotong supaya gampang nantinya dimakan api. Sebelumnya di sekeliling tempat
yang akan dibakar itu di “landing” terlebih dahulu, yaitu dibersihkan dari kayu
dan daundaun kering supaya api tidak menjalar ke hutan sekitarnya. Pembakaran
dimulai
dari atas
angin, sehingga dengan bantuan angin api akan menjalar keseluruh lapangan.
Setelah abu pembakaran tersebut dingin, biasanya pada
hari kedua atau ketiga setelah dibakar, bibit padi pun mulai disemai. Menanam
bibit ini ada dua cara, yaitu: untuk tanah bencah atau basah, bibit padi
ditaburkan ditanah. Kalau padi sudah tumbuh dan mencapai tinggi kira-kira tiga
puluh centimeter, lalu di “ubah”, yaitu anak-anak padi tersebut dicabut kembali
dan setelah dibersihkan akar-akarnya ditanam kembali secara teratur. Prinsipnya
hampir sama dengan penanaman di sawah.
Penanaman padi ini biasanya pada akhir kemarau, karena
begitu padi ditanam musim hujan pun tiba. Adapun alat-alat yang digunakan,
yaitu: alat-alat yang terbuat dari besi, seperti mata beliung, mata parang dan
mata ani-ani dibeli dipasar dan gagangnya dibuat sendiri. Lain pula halnya bagi
petani karet, yang keadaannya pun sederhana juga. Umunya di Riau petani ladang
jika sudah panen tanah bekas ladangnya itu ditanami karet. Sehingga daerah
perladangan makin lama jadi semakin jauh, karena tanah-tanah yang dekat dengan
kampung telah diisi karet.
Karet yang ditanam itu dibiarkan tumbuh sendiri tanpa
dirawat dan tumbuh bersama belukar. Kalau sudah mencapai umur empat atau lima
tahun, yaitu saat karetnya telah boleh disadap, barulah didatangi kembali dan
dibersihkan. Alat-alat yang digunakan untuk menyadap untuk pohon karet tersebut
terdiri dari:
1.
Sudu getah, yaitu semacam talang kecil terbuat dari
seng yang dipantelkan ke pohon karet untuk mengalirkan getah.
2.
Mangkok getah, terbuat dari tembikar kasar, tetapi
sekarang banyak digunakan tempurung kelapa.
3.
Pisau getah, disebut juga “pisau toreh”, yaitu pisau
untuk menorah kulit pohon, dan ada juga menyebutnya pisau lait”.
4.
Ember atau kaleng, digunakan untuk mengumpulkan dan
mengangkut hasil getah berbentuk susu ke tempat pengolahan.
WADAH ATAU ALAT-ALAT UNTUK MENYIMPAN BARANG
Untuk
menyimpan hasil produksi terdapat alat-alat sebagai berikut:
1.
Kepok: yaitu tempat menyimpan padi berbentuk cylinder
dengan garis tengah 11/2 meter dan tinggi 1 meter. Terbuat dari kulit kayu dan
disimpan di dalam rumah.
2.
Sangkar: ada dua maam:
a.
Sangkar tempat penyimpan ikan, terbuat dari anak kayu
yang dijalin dengan rotan dan ditendam dalam air.
b.
Sangkar ayam atau burung terbuat dari rotan atau anaka
kayu. Ada yang diletakkan di dalam rumah dan ada pula yang digantungkan
Untuk
menyimpan kebutuhan sehari-hari:
1.
Tempayan yaitu tempat air dari tembikar
2.
Labu yaitu tempat air, terbuat dari buah labu yang
dikeringkan dan dibuang isinya
3.
Bakul yaitu tempat bahan makanan sehari-hari terbuat
dari pandan anyaman
4.
Sumpit yaitu semacam karung, terbuat dari panda yang
dianyam, untuk menyimpan beras, ubi kering atau sagu rending lain-lain
Untuk wadah
dalam rumah tangga seperti:
1.
Bangking yaitu tempat pakaian-pakaian halus dari kayu
kapok berasal dari Cina
2.
Peti besi yaitu tempat pakaian atau benda-benda
lannya.
3.
Peti kayu yaitu berukuran lebih besar dari peri besi,
juga berasal dari Cina. Tempat menyimpan barang-barang berharga
4.
Bintang yaitu terbuat dari kuningan, ada yang bundar
dan ada pula yang bersegi delapan. Pakai tutup biasanya unyuk menyimpan
alat-alat keperluan wanita.
BAB VI
SISTEM MATA
PENCAHARIAN
Bagi orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya
menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Aktivitas pertanian
termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman
campuran (mixed farming). Orang Melayu yang tinggal di kota
kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor
perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di
kalangan orang Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan
penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutamanya orang Tionghoa.
Tetapi kini telah ramai orang Melayu yang telah sukses dalam bidang perniagaan
dan menjadi ahli korporat. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan mampu
memiliki mobil dan rumah mewah. Selain itu itu juga, banyak orang Melayu yang
mempunyai pendidikan yang tinggi, setingkat universitas di dalam maupun di luar
negeri.
Desa ranah Kampar, memiliki ke unikan tersendiri,
dimana desa ini dikelilingi oleh aliran Sungai Kampar. Jumlah penduduknya
sekitar 1.000 kepala keluarga dengan mata pencarian sebagian besar adalah pedagang,
petani perkebunan dan petani tambak ikan.
Di desa ini terdapat objek wisata budaya, yaitu berupa
rumah adat suku Bendang. Selain itu di desa ini ada makanan khas berupa ikan
lomak yang berasal dari tambak dan menjadi ciri khas masakan di daerah ini.
Daerah ini merupakan sentra produksi ikan di Kabupaten
Kampar, bahkan di provinsi Riau.Warga masyarakat desa Ranah sangat kental
dengan adat istiadat dan agama.
Mata pencaharian penduduk Bengkalis adalah sebagai
nelayan dan juga PNS, karena di Pulau Bengkalis inilah letak pusat pemerintahan
untuk kabupaten Bengkalis , yang meliputi Duri dan Dumai. Bisa dibayangkan
dong, kalau ingin membuat akte kelahiran kita harus menyebrang pulau dari Duri
ke Pulau ini.
BAB VII
ORGANISASI
SOSIAL
Masyarakat Melayu Riau pada dasarnya terdiri dari dua dua
stratifikasi Sosial atau golongan, yaitu golongan masyarakat asli dan golongan
penguasa atau bangsawan kesultanan. Meskipun demikian, struktur sosial orang
Melayu Riau sebenarnya longgar dan terbuka bagi kebudayaan lain. Sehingga
banyak orang Arab dan Bugis yang menjadi bangsawan.
Wan adalah
gelar bangsawan bagi orang Arab dan raja adalah gelar kebangsawanan
orang Bugis. Mereka juga mendapat kedudukan yang sangat tinggi (Sultan Siak dan
Sultan-sultan Kerajaan riau-Lingga). Sedangkan, gelar bangsawan untuk orang
Melayu adalah tengku.
Pada awalnya kepala-kepala suku yang menguasai hutan
tanah, “territorial” bernaung di bawah kerajaan Johor. Namun setelah Raja Kecil
dapat meduduki takhta Kerajaan Johor, terpaksa Keluarga kesultanan meninggalkan
Johor dan membuka kerajaan baru di sungai Siak, maka kerajaannya dinamakan
“Kerajaan Siak Sri Inderapura”. Dalam keadaan yang baru ini, pembagian golongan
dalam masyarakat Riau mulai berlaku.
Jika pada mulanya yang ada hanya kepala suku sebagai
puncak dan anggota sukunya sebagai dasarnya, maka dengan adanya Sultan beserta
keturunannya, terjadilah tingkatan sosial baru sebagai berikut: Raja/Ratu dan
Permaisuri yang merupakan tingkat teratas. Keturunan Raja yang disebut anak
Raja-raja, merupakan lapisan kedua. Orang baik-baik yang terdiri dari Datuk
Empat Suku dan Kepala-kepala suku lainnya beserta keturunannya merupakan
lapisan ketiga. Orang kebanyakan atau rakyat umum, merupakan tingkatan
terbawah.
Adanya tingkatan sosial tersebut membawa konsekuensi pula
dibidang adat istiadat dan tata cara pergaulan masyarakat. Makin tinggi
golongannya semakin banyak hak- haknya, seperti; keistimewaan dalam tata
pakaian, tempat duduk dalam upaca-upacara pun menunjukan adanya perbedaan itu.
Pada perkembangan kekinian, seiring dengan perubahan
ketatanegaraan akhirnya berubah juga stratifikasi sosial ini. Saat ini
ketentuan-ketentuan adat ini sudah tidak mengikat lagi dan pada umumnya sudah
disesuaikan dengan alam demokrasi sekarang. Sehingga perbedaan golongan tingkat
ini sudah tidak kelihatan lagi dalam pergaulan. Pada waktu ini lebih diutamakan
kepribadian, kedudukan dan keadaan materiel seseorang menurut ukuran sekarang.
Dalam upacara perkawinan misalnya, bagi mereka yang
mempunyai kemampuan materiel, bisa memakai pakaian dan perlengkapan yang
seharusnya diperuntukan bagi seorang Raja atau Sultan. Dalam upacar adat yang
diadakan sekarang, yang dianggap tinggi adalah pejabat-pejabat pemerintah
sesuai menurut kedudukannya sekarang, bukan lagi Datuk-datuk atau
Tengku-tengku. Upacara adat sekarang sudah beralih fungsinya. Adanya upacara
adat ini hanya sekedar menunjukkan identitas suku bangsanya dengan kejayaannya
dengan masa lampau.
Dengan demikian, perkembangan budaya dalam pemahaman nasional
atau negara Indonesia hari ini, tidak mengenal kasta, strata, jenis tertentu
dalam masyarkat. Hal ini menunjukkan sisi egalitarian bangsa Indonesia dalam
menyikapi ragam budaya, serta garis sejarah yang panjang di masing-masing
daerahnya.
Dengan sifat egalitarian ini, sangat memungkinkan
perbedaan yang ada bisa kita duduk sejajar dalam bermasyarakat meski berasal
dari asal usul, golongan atau nenek moyang yang berbeda. Dan pentingnya
pembelajaran adat dan budaya nenek moyang adalah untuk memahami makna filosofis
yang terkandung bukan untuk memperdalam jurang pemisah kebhinekaan Indonesia.
BAB X
SISTEM
PENGETAHUAN
Dalam
kehidupan sosial, pengetahuan ini berpengaruh pada beberapa hal, antara lain:
1.
Sikap
sederhana
2.
Menguatnya
iman kepada Tuhan
3.
Kedekatan pada alam
Adapun ciri-ciri dari bangsa Melayu menurut para
penguasa kolonial Belanda, Inggris serta para sarjana asing antara lain sebagai
berikut:
1.
Seseorang disebut Melayu apabila ia beragama Islam,
berbahasa Melayu dalam sehari-harinya , dan beradat istiadat Melayu. Adat
Melayu itu bersendikan hukum syarak, syarak bersendikan kitabullah. Jadi orang
Melayu itu adalah etnis yang secara kultural (budaya) dan bukan mesti secara
genealogis (persamaan keturunan darah).
2.
Berpijak kepada yang Esa. Artinya ia tetap menerima takdir,
pasrah dan selalu bertawakal kepada Allah.
3.
Orang Melayu selalu mementingkan penegakan hukum (law
enforcement)
4.
Orang Melayu mengutamakan budi dan bahasa, hal ini
menunjukan sopan-santun dan tinggi peradabannya.
5.
Orang Melayu mengutamakan pendidikan dan Ilmu.
6.
Orang Melayu mementingkan budaya Melayu, hal ini
terungkap pada bercakap tidak kasar, berbaju menutup aurat,menjauhkan pantang
larangan dan dosa dan biar mati daripada menaggung malu dirinya atau
keluarganya, karena bisa menjatuhkan marwah keturunannya, sebaliknya tidak
dengan kasar mempermalukan orang lain.
7.
Orang Melayu mengutamakan musyawarah dan mufakat
sebagai sendi kehidupan sosial. Kondisi ini terlihat pada acara perkawinan,
kematian, selamatan mendirikan rumah dan lain-lain. Orang Melayu harus
bermusyawarah/mufakat dengan kerabat atau handai taulan
8.
Orang Melayu ramah dan terbuka kepada tamu,
keramahtamahan dan keterbukaan orang Melayu terhadap segala pendatang (tamu) terutama
yang beragama Islam,
9.
Orang Melayu melawan jika terdesak, Faktor yang paling
penting dalam mengintegrasikan masyarakat adalah kesepakat diantara warga
masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyaraktan tertentu. Konsesus yang
disepakati tidak hanya mengakibatkan perkembangan integrasi sosial, tetapi
merupakan usur yang fungsional untuk menstabilkan sistem sosial dengan asumsi
bahwa sistem sosial dimaksud cenderung mencapai stabilitas atau keseimbangan
diatas konsesus para anggota akan nilai-nilai tertentu, mengakibatkan
pendekatan fungsional, menganggap bahwa ketergantungan dan penyimpangan yang
menyebabkan terjadinya perubahan masyarakat dan timbulnya perbedaan sosial yang
makin kompleks sebagi akibat pengaruh yang datang dari luar.
BAB VIII
KESENIAN
A.
Tarian
Tari
Persembahan adat Melayu
Tari
Persembahan adalah Sebuah tari Melayu yang khusus untuk menyambut tamu-tamu,
Tak lengkap rasanya bila suatu acara khusus tidak menampilkan tari persembahan
ini.
Tari
persembahan bisa dibilang tari sekapur sirih. bila rentak irama gendangnya
dipercepat,ini menandakan acara pemberian sirih kepada tamu undangan
dimulai, Begitulah sampai para penari beranjak pergi.
B.
Nyanyian
Kumpulan
Lagu-lagu daerah Riau Lagu Daerah Riau – Riau sebagai daerah kaya budaya dan
seni sudah pasti memiliki lagu daerah sendiri. Ada banyak lagu-lagu daerah
Riau, mulai dari lagu berbahasa Melayu.
Kebanyakan
lagu daerah Riau jarang diputar radio-radio kota Pekanbaru, kecuali lagu-lagu
sudah sangat populer seperti Lancang Kuning yang memang maestronya lagu daerah
Riau. Seperti Lagu Seroja, Lagu Tuanku Tambusai, Lagu Lancang Kuning, Lagu
Tanjung Katung, Lagu Selayang Pandang, Lagu Hangtuah, Lagu Bunga Tanjung, Lagu
Soleram, Kutang Barendo, Lagu daerah Kampar, Moncik Badasi, Lagu daerah Kampar,
Randai Lomak Diurang Katuju di Awak, Lagu daerah Taluk Kuantan, Kuansing
C.
Musik tradisional
Gambus
Melayu Riau, Seni Musik Tradisional
Gambus
Melayu Riau, Seni Musik Tradisional Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis
instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan
Melayu.Pergeseran nilai spiritual dan kebersamaan dalam masyarakat Melayu di
Pekanbaru yang terjadi pada waktu ke waktu menyebabkan perubahan pandangan
masyarakat terhadap kesenian Gambus dan Zapin. Seperti kompang, talempong.
D.
Kerajinan Tradisional
Kerajinan
dari kota pekanbaru adalah perabotan yang terbuat dari rotan. Seperti lekar sebuah wadah serba guna yang
bisa dipakai untuk kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat melayu.
E.
Upacara tradisional
Para ibu-ibu
dan tetangga dekat sedang memasak untuk acara Resepsi Pernikahan, biasanya
diadakan di rumah mempelai perempuan.
Di Kabupaten
pekanbaru dari zaman ninik mamak terdahulu, apa bila ada saudara sekampung yang
hendak menikah, maka keluarga dari mempelai yang hendak menikah harus memanggil
para tetangga kampung untuk membantu kegiatan memasak yang dilakukan 3 hari
ataupun sehari sebelum acara resepsi pernikahan berlangsung (hitungan ini
tergantung dari keluarga mempelai), karena masyarakat kampar sejak dulu dikenal
dengan cara bergotong royong ini pula, maka di kampar jarang sekali yang
melakukan “catering” untuk acara pernikahan.
Acara
Shalawatan (Badiqiu), Badiqiu merupakan suatu acara Budaya sakral yang
dilakukan oleh para tokoh-tokoh dan sesepuh adat pada malam hari sebelum acara
resepsi pernikahan dilakukan, agar acara pernikahan ini berlangsung dengan
hikmat dan keluarga yang baru menjadi keluarga yang utuh hingga akhir hayat.
Acara
Pengantaran Pihak Lelaki ke rumah Pihak Perempuan (Ba’aghak), Dengan dentuman
Rebana dari para tokoh adat ini, menambah kehikmatan nilai budaya yang sakral
pada acara pengantaran Pihak Lelaki ke rumah Pihak Perempuan, biasanya
shalawatan selalu di kumandang kan hingga akhirnya Pihak Lelaki sampai kerumah
Pihak Perempuan.
Akhirnya
Mempelai Lelaki sampai juga ke rumah Mempelai Perempuan, dan mereka langsung
dipertemukan kemudian di persandingkan.
F.
Cerita rakyat
Berikut
kumpulan cerita rakyat dari berbagai daerah di Riau diantara, Dumai, Indragiri
Hilir dan Kota Pekanbaru. Cerita Rakyat Riau, Dumai: Putri ujuh, Cerita Rakyat
Riau, Inhil: Batu Batangkup, Cerita Rakyat Riau: Si Lancang Kuning, Cerita
Rakyat Riau, Kota Pekanbaru – Putri Kaca Mayang, Cerita Rakyat Riau, Inhil –
Batang Tuaka, Cerita Rakyat Riau, Kuansing – Ombak Nyalo Simutu Olang.
G.
Permainan rakyat
Permainan
Tradisional Daerah Riau, Gasing Permainan Tradisonal Riau. Mainan tradisional
Riau, salah satunya, adalah gasing. Tidak jelas kapan pertama kalinya
orang-orang memainkan gasing. Memang permainan tradisional di daerah Riau tidak
hanya gasing, namun nyatanya gasinglah yang paling populer.
Gasing
banyak banyak dimainkan di daerah Riau kepulauan seperti Natuna, Tanjung
Pinang, Lingga dan disepanjang pantai timur Sumatra, khususnya orang Melayu.
Permainan bang senebu, Permainan ini dimainkan anak dengan jumlah 5-12
anak. Pemainan ini dimulai denga “uang” sejenis hompimpah.lalu dilanjutkan
dengan cak gocih. Kemudian baru bermain bang senebu yang selanjutnya
dilanjutkan pok-pok pungguk.
BAB IX
SISTEM KEPERCAYAAN DAN RELIGI
Penduduk daerah Riau umumnya adalah pemeluk agama Islam yang
taat. Agama Islam di daerah ini telah dianut penduduk sejak masuknya agama
Islam yang diperkirakan sejak abad ke-11 dan 12 M. Kepercayaan-kepercayaan
masih melekat pada sementara penduduk, yaitu penduduk yang tinggal agak jauh ke
pedalaman (petalangan) dan khususnya pula tentang suku Sakai.
Penduduk di petalangan ini, seperti Dayun, Sengkemang dan
sekitarnya serta di pedalaman sungai Mandau, memang telah berabad-abad memeluk
agama Islam. Di kampung-kampung mereka mesjid merupakan lambang desa. Tiap-tiap
Juma’at mereka taaat melaksanakan sembahyang Juma’at, tetapi dalam kehidupan
sehari-hari pengaruh animisme dan dinamisme masih cukup kuat. Kepercayaan akan
adanya roh-roh jahat (hantu, setan), tempat-tempat sakti atau tempat-tempat angker
masih mewarnai kehidupan mereka.
Hal-hal ini akan jelas terlihat dalam tindakan mereka
sehari-hari, mulai dari melangkah meninggalkan rumah, dalam kegiatannya di
ladang-ladang, di hutan, dijumpai banyak pantang-pantangan. Waktu mereka sakit
dan dalam usaha mengobati penyakit mereka itu, mereka masih banyak berpegang
pada kebiasaankebiasaan primitif.
Demikian pula halnya di masyarakat Sakai. Saat-saat terakhir ini
telah banyak memeluk agama Islam dan Kristen. Di samping itu telah ada usaha
Departemen Sosial memasyarakatkan mereka dengan mengadakan perkampungan dan
pendidikan. Namun demikian agama Islam dan Kristen ini belumlah membudaya benar
pada mereka. Sebagian besar dari mereka masih tetap dalam keadaan mereka yang
lama dan pengaruh animisme dan dinamisme masih tetap dominan.
Pada
zaman dahulu sistem kepercayaan suku melayu masih memiliki Kepercayaan kepada
dewa-dewa, Kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus, Kepercayaan kepada
kekuatan gaib, Kekuatan kepada kekuatan-kekuatan sakti
BAB XI
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.
Lingkungan
dan demografi
·
Provinsi
Riau
Daerah
Provinsi Riau yang terletak antara 105’ Lintang Selatan dengan 2025’ Lintang
Utara dan 1000 dengan 105045’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan dengan
provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan
Provinsi Jambi, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, Selat Singapura
dan Laut Cina Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera
Barat dan Provinsi Sumatera Utara.
·
Provinsi
Kepulauan Riau
Secara geografis
provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Singapura,
Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71 km² dengan 96
persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar dan kecil telah menunjukkan
kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan.
2.
Sejarah
Pada awalnya nama melayu berawal dari kerajaan Malayu yg pernah ada di
kawasan sungai batang hari.
Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi bawahan
Kerajaan Sriwijaya Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatera,
mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa,
Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
3. Bahasa
Bahasa yang dipakai adalah bahasa
resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan bahasa Melayu.
4.
Sistem teknologi dan
peralatan
Sejak zaman dahulu masyarakat Melayu Riau sudah memiliki bermacam
cara untuk memenuhi keperluan hidup. Artinya sejak masa lampau masyarakat
Melayu Riau telah menguasai teknologi. Teknologi ini diklasifikasi menjadi
teknologi pertanian, pernikahan, peternakan, pertukangan, perkapalan,
pertambangan, dan pengolahan bahan makanan.
5.
Sistem mata pencaharian
hidup
Orang Melayu yang tinggal didesa, mayoritasnya menjalankan
aktivitas pertanian dan menangkapikan. Orang Melayu yang tinggal dikota
kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja disektor
perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain.
6. Organisasi sosial
Kerukunan
merupakan ciri khas dari masyarakat kampung-kampung tersebut. Adanya kerukunan
ini bukan disebabkan karena paksaan dari luar berupa sangsi-sangsi hukuman yang
keras, tetapi memang timbul dari hati nurani yang dipengaruhi oleh norma-norma
yang hidup dimasyarakat itu.
7. Sistem pengetahuan
Sistem
pengetahuan yaitu mengenai pengetahuan alam sekitar, tentang bahan mentah atau
galian, dan tentang kelakuan dengan sesama manusia.
8.
Kesenian
Salah satu kesenian Riau adalah teater. Teater merupakan sebuah
karya seni yang kompleks, karena didalamnya juga terdapat unsur-unsur kesenian
lain.
9. Sistem Religi
Penduduk daerah
Riau umumnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Agama Islam didaerah ini telah
dianut penduduk sejak masuknya agama Islam yang diperkirakan sejak abad ke-11 dan
12M.
B.
Saran
Dibandingkan dengan pembangunan fisik,
perhatian terhadap kesenian agak jauh tertinggal. Selain mementingkan pembangunan
fisik, pembangunan spiritual didaerah ini hendaknya digalakkan pula. Melalui sandiwara
dan media senilainnya, pesan-pesan pembangunan dapat disampaikan dengan baik. Untuk
itu diperlukan pengadaan naskah-naskah yang dapat menunjang tujuan tersebut.
Sehingga kebudayaan Melayu-Riau tetap
terpelihara dengan baik tanpa menghilangkan kebudayaan-kebudayaan aslinya.
Terime ksh saye rang melayu gunung di lereng gn fatah, SALAM
BalasHapusTerime kasih atas ilmunye ini, sangat bermanfaat bagi saye. Salam dari Kabupaten Kepulauan meranti, selatpanjang. Riau.
BalasHapus